contoh makalah tentang dinamika konflik dalam organisasi lengkap

BAB 1
PENDAHULUAN
      1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, manusia sudah mengenal dan mengalami bermacam konflik. Konflik dapat terjadi antara suami-istri, antara orang tua dan anak, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, antara pihak  atasan dengan pihak bawahan dan sebagainya. Konflik juga terjadi antar bangsa,  yang tidak jarang menyebabkan timbulnya peperangan. Bisa dikatakan bahwa selama manusia hidup, maka senantiasa akan muncul berbagai macam konflik yang bersumber pada berbagai macam sebab.
Ada konflik yang relative mudah untuk diatasi dan ada pula konflik yang memerlukan waktu lama untuk menyelesaikannya, tetapi ada pula konflik yang dari generasi ke generasi berikutnya tidak terpecahkan ataupun terselesaikan. Tidak mengherankan apabila banyak orang yang berpendapat bahwa konflik merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan, mengingat bahwa ia muncul dalam bermacam-macam setting yang berbeda-beda.
Salah satu problema dalam hal merumuskan dan mempelajari konflik adalah kecenderungan untuk mengimbangkan konflik dan persaingan. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa konflik tidak bersinonim dengan persaingan. Persaingan sendiri meliputi tindakan-tindakan yang dilakukan orang tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya yang menyebabkan orang lain tidak berhasil mencapai tujuannya.
Perlu diingatkan disini bahwa perbedaan antara konflik dan persaingan bukanlah seperti membelah-belah rambut, karena konflik dapat muncul dalam berbagai bentuk selain dari bentuk konfllik karena di sebabkan oleh persaingan. Persaingan ini kerap terjadi dalam suatu organisasi, dimana satu pihak saling bersaing dengan pihak lainnya untuk memperebutkan posisi kedudukan dalam organisasinya atau dalam suatu departemen.
Suatu organisasi terdiri dari dari bagian-bagian atau departemen yang saling bekerjasama dan saling bergantung satu sama lainnya. Hubungan saling ketergantungan ini dapat meningkatkan kerjasama, tetapi dapat pula menimbulkan konflik. Konflik sangat mungkin terjadi karena masing-masing kelompok atau depertemen memiliki tujuan yang berbeda-beda atau saling bertentangan.
C.R. Mitchell mengemukakan tentang situasi-situasi konflik yaitu “…any situation in which two or more social entities or parties ( however difined or structured) perceive that they possess mutually imcompatible goals”. Apabila kita merumuskan situasi-situasi konflik sebagai situasi dimana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki tujuan-tujuan yang saling bertentangan, terlepas dari apakah pihak-pihak yang dimaksud berupa individu-individu, kelompok social ataupun organisasi.
            1.2 Rumusan Masalah
1.      apa yang dimaksud dengan konflik?
2.      apa saja jenis-jenis konflik?
3.      apa yang dimaksud konflik intraindividu?
4.      apa yang dimaksud konflik antarpribadi?
5.      jelaskan perilaku dan konflik antar kelompok?
6.      jelaskan pengaruh konflik individu?
7.      jelaskan strategi mengatasi konlik?
8.      jelaskan strategi dan metode penyelesaian konflik?
9.      apa yang dimaksud dengan keahlian negosiasi: lebih dari manajemen konflik?









BAB II
PEMBAHASAN
            2.1 Konflik
            Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Berikut beberapa pengertian konflik menurut para ahli:
            2.1.1 Konflik Menurut Para Ahli
1.      Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977)
            konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan   akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di    antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.      Gibson, et al (1997: 437)
 hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.      Muchlas  (1999)
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
4.      Minnery (1985)
 Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.



5.      Robbins (1993)
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif .
6.      Pace & Faules (1994:249).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami .
7.      Folger & Poole (1984).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
8.      Myers(1982) dan Kreps (1986) serta Stewart(1993)
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat .
9.      Devito (1995)
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.
10.  Alabaness
konflik  adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Jadi, konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak (Ross Stagner). Konflik adalah proses dimana satu pihak mengganggap bahwa pihak lain menentang atau menghalangi kepentingan-kepentingannya (Krietner Dan Kinioki, 2005). Sementara itu, Greenberg Dan Baron (2003), mendifinisikan konflik sebagai proses dimana suatu kelompok merasa atau mempersepsikan kelompok lain akan mendapatkan atau menggunakan tindakan yang bertentangan dengan kelompoknya. Berdasarkan pengertian ini, maka suatu konflik akan muncul apabila terjadi perbedaan kepentingan antar kelompok atau kepentingan suatu kelompok dihambat oleh kelompok lainnya.
            Dari beberapa definisi konflik yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa  konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dan orang atau pihak yang merasakan dan mengalaminya. Jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitupun sebaliknya.
Konflik merupakan bentuk interaksi antar kelompok yang berbeda dalam berbeada kepentingan, persepsi, dan preferensi. Konflik melibatkan interaksi permusuhan mulai dari yangbersifat lembut sampai bersifat perkelahian. Dinamika konflik yang meningkat memberikan dampak di dalam kelompok dan antar kelompok yang terlibat. Konflik dengan kelompok akan cenderung akan meningkatkan kreativitasnya dan kecocokan terhadap norma kelompok.
2.1.2 Pandangan Mengenai Konflik
 Ada tiga pandangan mengenai konflik, yaitu :
1. Pandangan Tradisional
            Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini memandang konflik sebagai sesuatu hal yang buruk, tidak menguntungkan dan juga selalu merugikan organisasi. Oleh karena itu, konflik ini harus dicegah dan juga dihindari sebisa mungkin dengan mencari akan permasalahannya.
2. Pandangan Hubungan Kemanusiaan
            Pandangan aliran behavioral ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak dapat dihindarkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik ini sebenarnya tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Konflik tidak selamanya hanya merugikan, bahkan bisa menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3. Pandangan Interaksionis
            Pandangan ini menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, namun juga mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja secara positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini berdasarkan pada keyakinan bahwa organisasi yang tenang, damai dan harmonis ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan juga tidak inovatif. Dampaknya yaitu pada kinerja organisasi menjadi lemah.
            Kemungkinan timbulnya konflik sangat besar sekali dalam kerangka keorganisasian. Tetapi harus diingat bahwa berbeda dengan pandangan pada masa lampau, kini pandangan orang tentang konflik adalah bagaimana ia tidak selalu menimbulkan dampak negative tetapi tidak jarang juga konflik dapat menimbulkan dampak yang positif bagi para pelakunya. Adakalnya pihak manajemen perlu menciptakan konflik antara para karyawannya dalam rangka menimbulkan persaingan antara mereka yang merangsang untuk meraih prestasi lebih baik dibandingkan dengan masa sebelumnya.tentu maksud konflik disini ialah konflik yang masih dapat ditangani dan yang tidak menjadi liar tanpa kendali.
            Konflik dapat dijadikan sebagai suatu kekuatan positif, dimana cara untuk menyelesaikan atau mengatasi konflik ini sendiri menyebabkan orang harus mencari jalan untuk mengubah cara-cara yang berlaku dalam menjalankan tugasnya dalam suatu organisasi. Jadi, proses penyelasaian konflik dapat merangang timbulnya perubahan positif didalam organisasi yang bersangkutan. Disamping itu, upaya untuk mencari cara penyelesaian konflik dilakukan bukan saja membuahkan inovasi dan perubahan, melainkan dapat menyebabkan perubahan yang lebih dapat diterima atau diinginkan. Persaingan yang menyebabkan timbulnya konflik dapat juga menimbulkan efek menguntungkan, dimana para karyawan yang mengalami suatu suasana kompetitif antara para sesama pekerja yang berhubungan dengan kinerja atau peforma sehingga dapat memotivasi untuk mencurahkan upaya lebih intensif guna menenangkan pesaingnya. Bukti empiric yang diperoleh melalui riset di luar negeri menunjukkan bahwa persaingan menyebabkan meningkatnya produk yang diproduksi per periode waktu. Apabila tujuan utama suatu organisasi adalah menghasilkan sejumlah besar keuntungan, maka disarankan untuk menciptakan suatu suasana yang kompetitif. Sebagai contoh, memberikan reward atau bonus kepada karyawan yang bisa menghasilkan tingkat keuntungan produksi yang lebih banyak.
            Konflik sebagai suatu kesatuan negative, dimana ini merupakan salah satu problema serius yang di hadapi yaitu kecenderungan konflik untuk menyebabkan terpencarnya upaya untuk mencapaii tujuan organisasi. Sumber daya organisasi yang ada tidak di gunakan untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi melainkan habis digunakan untuk menyelasaikan konflik yang ada. Waktu dan uang merupakan sumber daya organisasi yang sangat pentingd dan kerap kali digunakan untuk menyelesaikan konflik. Konflik sendiri dapat menimbulkan gangguan psikologis pada para karyawan. Dalam jangka waktu yang lama, kondisi konflik juga dapat menyebabkan timbulnya kesulitan untuk mencapai hubungan yang saling membantu dan saling mempercayai. Akhirnya keberadaan konflik dalam persaingan membutuhkan adanya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat agar  dampak negative tersebut dapat dikurangi atau bahkan di hilangkan.
            Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.
            Kerjasama (kooperasi) terjadi bila dua pihak atau lebih bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Konflik dan kooperasi dapat terjadi bersamaan. Lawan kata kooperasi bukan konflik, tetapi kurangnya kooperasi (kerjasama). Sebagai contoh, dua pihak setuju pada tujuan,tetapi tidak setuju dengan cara pencapaian tujuan tersebut. Manajemen konflik berarti bahwa para manajer harus berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan konflik dan kooperasi.



            2.1.3 Sumber- Sumber konflik
            Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
1.      Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2.      Struktur
 Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan  terjadinya konflik.
3.      Variabel Pribadi
 Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

Selain itu, juga ada beberapa factor lain yang dapat menyebabkan konflik, yaitu:
1.      Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.
2.       Saling ketergantungan pekerjaan.
3.       Ketergantungan pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
4.      Ketidakjelasan tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan konflik.
5.      Ketidakterbukaan terhadap satu sama lain.
6.       Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.
7.       Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas.
8.      Kelompok pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.
9.      Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.
            2.2 Jenis-Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
            a. Konflik Dilihat dari Fungsi
            Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
            Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
            b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1.      Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2.      Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5.       Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6.      Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

            c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
            Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
 Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain mengenai konflik, seperti
            Jenis Jenis konflik ditinjau dari jenisnya, yaitu :
1.      Konflik Konstruktif
            Pengertian Konflik konstruktif adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi         pengembangan organisasi.

2.      Konflik Destruktif
            Pengertian Konflik Destruktif ialah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan   organisasi.
           
            Selanjutnya, jenis Jenis Konflik dari segi instansionalnya, seperti :
1.      Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasinya. Tidak jarang kebutuhan dan keinginan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi. Hal ini dapat memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan dengan peranan. Setiap karyawan dari organisasi memiliki peran yang berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan konflik karena setiap individu berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
3.      Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik ini seringkali muncul apabila seorang individu berinteraksi dengan individu lain, disebabkan oleh latarbelakang, pola tindak, pola pikir, kepribadian, persepsi, minat dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain.
           
            Jenis Jenis Konflik ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu :
1.      Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan antarindividu, kelompok maupun organisasi bisa memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan. Setiap manusia memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan dengan jumlah yang banyak tersebut, seringkali memunculkan konflik.
3.      Konflik nilai. Nilai yang dianut seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang diatur oleh organisasi atau kelompok. Hal ini dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4.      Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi.
            Jenis Jenis Konflik menurut Mastenbroek ada 4, yaitu :
1.      Instrumental Conflicts
Konflik ini terjadi oleh karena ketidaksepahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2.      Socio-emotional Conflicts
Konflik ini berkaitan dengan masalah identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka, kepercayaan, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
3.      Negotiating Conflicts
Konflik negosiasi adalah ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok.
4.      Power and Dependency Conflicts
Konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi. Contoh : pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.

            2.3 Konflik Intraindividu
Model konflik intraindividu lebih makro dirangkum dalam  secara singkat pada gambar 12.3
Makro
Konflik
Mikro
GAMBAR 12.3 Tingkat Konflik Dalam Perilaku Organisasi
            2.3.1 Bentuk bentuk konflik intrindividu
1.      Konflik akibat frustasi
Frustasi terjadi saat dorongan yang termotivasi terhalang sebelum orang mencapai tujuan yang diinginkan.  gambar 12.4 mengilustrasikan  apa yang terjadi. Rintangan dapat kelihatan dari luar (lahiriah atau fisik) atau tersembunyi (batiniah, atau mental sosiopsikologis). Model frustasi menjadi berguna bukan hanya dalam analisis perilaku secara umum, tetapi juga aspek perilaku pada pekerjaan secara khusus. Pencuri properti perusahaan dan kekerasan dalam pekerjaan mungkin merupakan bentuk hasil agresivitas frustasi kerja. Misalnya, sebuah artikel ringkas mengenai kekerasan di tempat kerja menyatakan bahwa belakangan ini lebih dari ribuan orang amerika terbunuh saat bekerja. Meskipun mayoritas kematian bukan karena kecelakaan kerja, namun pembunuhan masih dianggap sebagai penyebab kedua kematian bukan karena ditempat kerja( selain kecelakaan lalu lintas). Pembunuhan juga merupakan penyebab kematian perempuan ditempat kerja, bahkan katagori ini adalah pembunuhan yang berkembang paling ceat di amerika serikat.
            Kepedulian dan penelitian mengenai agresi dan kekerasan ditempat kerja kian meningkat. Meskipun insiden agresi tempat kerja merupakan reaksi terhadap frustasi terhadap bukti penelitian bahwa perbedaan individu (misalnya, sifat marah, gaya atribusi,afektivitas negatif, siakp balas dendam, kontrol dri, dan penjelasan buday agresif sebelumnya) sangat mempengaruhi agresi tempat kerja. Bentuk agresi mungkin tergantung pada persepsi keadialan organisasi (misalnya, pertimbangan kejujuran). Terdapat studi terbaru yang menyatakan bahwa tingkat kekerasan dalam komunitas tempat kerja memperdiksikam sejumlah agresi yang dilaporkan ditempat kerja tersebut. Mengimplementasikan kebijakan pencegahan kekerasan dan menyediakan pelatihan bagi penyelia dan karyawan mengenai kesadaran pencengahan kekerasan tampaknya menurunkan tingkat kekerasan antarkaryawan.
            Selain agresi dan kekerasan, reaksi penarikan diri karena frustasi mungkin menjadi penjelasan utama atas “masalah motivasu” karyawan. Mereka menjadi apatis atau  “pensiun dari pekerjaan” karena frustasi, bukan karena tidak mempunyai motivasi. Banyak motif karyawan terhalangi oleh pekerjaan yang tidak berkembang, tingkat spesialisasi kerja yang tinggi, atau rintangan dari penyelia. Sama halnya dengan agresi, terdapat bukti penelitian bahwa variabel kepribadian memengaruhi sikap dan jenis perilaku menarik diri yang ditunjukkan karyawan. Reaksi fiksasi terhadap frustasi digunakan untuk menjelaskan perilaku birokrasi yang tidak rasional. (aturan menjadi bumerang bagi diri sendiri, dan karyawan yang frustasi secara apatis menyesauikan diri dengan rintangan). Kompromi dapat membantu menjelaskan perubahan karier (krwayan yang frustasi melewati rintangan) atau “kehidupan diluar pekerjaan” (karyawan yang frustasi tidak dapat mencapai tujuan pada pekerjaan, jadi mereka mencari kepuasan diluar pekerjaan). Reaksi terhadap frustasi ini merugikan organisasi karena disfungsi yagn berhubungan dengan agresi, penarikan diri, dan fiksasi. Dalam kasus kompromi, motivasi karyawan muncul diluar organisasi. Meskipun sejauh ini pembahasan yang mengindikasikan sifat disfungsi frustasi, hal negatif tersebut sebaiknya tidak diasumsikan secara otomatis.
            Dalam beberapa kasus, frustasi mungkin menghasilkan dampak positif terhadap kinerja individu dalam tujuan organisasi. Contohnya adalah karyawan atau manajer yang mempunyai kompetensi dan prestasi yang tinggi dan atau yang mempunyai efikasi diri yang tinggi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Orang dengan sifat tersebut, jika mengahadapi frustasi pekerjaan, akan bereaksi dengan sifat defensive, tetapi frustasi dapat meningkatkan kinerja. Orang mungkin mencoba lebih keras untuk mengatasi rintangan atau mengimbangi, atau mencari arah atau tujuan baru yang lebih sesuai dengan tujuan organisasi.
            Sekali lagi, perlu diingat bahwa mekanisme pertahanan tidak buruk bagi individu, mekanisme tersebut memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian fisikologis dan menjadi tidak sehat hanya saat mekanisme tersebut menominasi kepribadian individu. Orang yang berhasil mengatasi irustrasi dimasa lalu dengan belajar mengatasi rintangan atau menetapkan tujuan pengganti, lebih toleran terhadap frustasi dibanding orang yang tidka pernah mengalaminya sama sekali, atau dibanding  orang yang mengalami frustasi yang berlebihan. Secara umum, tujuan utama manajemen sebaiknya adalah menghilangkan rintangan ( khayalan, kenyataan, atau potensi) yang membuat karyawan menjadi frustasi. Tujuan tersebut dicapai dengan usaha mendesain ulang pekerjaan yang lebih sesuai dengan motivasi karyawan atau dengan keterampilan kepemimpinan yang menyengkirkan berbagai rintangan yang membuat frustasi.

2.      Konflik tujuan
            Sumber konflik lainnya adalah tujuan yang mempunyai fitur positif dan negatif, atau dua tujuan atau lebih yang saling bersaing. Motif frustasi terhalang sebelum tujuan dicapai, sedangkan dalam konflik tujuan, dua motif tujuan atau lebih saling menghalangi. Untuk kemudahan analisi, tiga jenis konflik tujuan berikut ini dijelaskan secara umum :
a.       Konflik pendekatan, seseorang dimotivasi untuk mendekati dua tujuan positif atau lebih, terutama tujuan ekslusif.
b.       Konflik pendekatan-penghindaran, seseorang dimotivasi untuk mendekati tujuan, pada saat bersama juga dimotivasi untuk menghindarinya. Tujuan tunggal berisi karakteristik positif dan negatif bagi individu.
c.       Konflik penghindaran-penghindaran, seseorang dimtivasi untuk menghindari dua tujuan negatif atau lebih, terutama tujuan ekslusif.
            Untuk membedakan tingkatannya, setiap bentuk konflik tujuan muncul pada organisasi modern, tetapi pendekatan-penghindaran adalah yang paling relevan dengan analisis konflik.
            Konflik pendekatan-penghindaran berasal dari tujuan oraganisasi yang mempunyai asfek positif dan negatif bagi anggota organisasi. Penelitian dasar fisikologi menyatakan bahwa aspek positif tujuan organisasi lebih kuat dan lebih menonjol dalam jarak ruang dan waktu saripada aspek negatif. Sebaliknya saat orang semakin dekat dengan tujuan, aspek negatif muncul kembali dan individu mungkin ragu atau gagal untuk maju dimana pendekatan sama dengan penghindaran. Misalnya, menajer yang terlibat dalam perencanaan jangka panjang biasanya sangat yakin dengan tujuan (rencana strategi) yang telah meeka kembangkan untuk masa mendatang. Tetapi, saat semakin banyak kesempatan untuk mengsungsikan sumber daya dan mengimplementasikan rencana, konsekuensi negatif sepertinya muncul lebih besar daripada ada saat langkah perkembangan rencana. Menajer yang berada pada situasi tersebut mungkin mencapai titik dimana pendekatan sama dengan penghindaran. Hasilnya adalah terjadi konflik internal dan mengakibatkan kebimbangan, reaksi fisik atau bahwkan depresi.
            Konflik pendekatan penghindaran dan akibatnya adalah hal yang biasa dirasakan pebuat keputusan dan orang yang bertanggungjawab dalam organisasi yang dideskripsikan pada bagian pegantar. Seperti dibahas dalam majalah fortune “bagi yang bertahan, revolusi akan terasa menakutkan, merasa bersalah, menyakitkan, membebaskan, kehilangan orientasi, mengembirakan, memberikan wewenang, frustasi, menyelesaikan, membingungkan, menantang.”  Dengan kata lain, seperti diindikasi oleh istilah tersebut, banyak menejer merasakan campur aduk atau reaksi pendekatan penghindaran. Contoh aplikasi : mengatasi konflik tujuan memberikan beberapa contoh nyata.
            Contoh aplikasi
Ø  Mengatasi konflik tujuan
            Bagaimana manajer dapat mengatasi konflik tujuan? Salah satunya adalah dengan menyadari bahwa konflik ada dalam setiap organisasi dan tidak dapat dihindari. Misalnya, banyak pakar manajemen berpendapat bahwa untuk membawa perubahan, eksekutif puncak harus terdepan dalam menyatukan individu dan menunjukkan bahwa mereka mendukung perubahan. Disis lain, pakar manajemen juga menunjukkan bahwa perubahan harus mempunyai kader pemimpin ada tingkat menegah dan rendah yang membawa bendera perubahan. Jadi, apa yang dilakukan manajer adalah : berada didepan atau mendorong karyawan untuk menerima tanggungjawab ini? Dua pendekatan tersebut tampaknya saling bertentangan.
            Organisasi menuntu manajer untuk bertindak secara independen dan memberi inisiatif personal dan tanggungjawab kepada unit. Akan tetapi, saat menajer memulai tindakan yang meningkatkan aktifitas unit manajer pertama sering dipanggil untuk mempertimbangkan dan didorong untuk “ menjadi anggotan yang lebih kooperatif”.
            Konflik lain adalah pertumbuhan pendapatan versus pengendalian biaya. Jika manajer menghabiskan waktu mereka untuk mengembangkan bisnis, maka mereka mengahadapi kritik  karena tidak mengendalikan biaya. Jika mereka fokus kepada pengendalian pengeluaran, mereka ditanya mengapa mereka tidak meningkatkan pendapatan.
            Apa yang dapat dilakukan manajer untuk mengatasi konflik tersebut? Salah satunya adalah dengan menyadari bahwa konflik sering menjadi dilema utama: pemberdayaan versus penyetaraan. Manajer yang sukses mengekplorasi pendekatan dan menyeimbangkan penekanan mereka. Misalnya, digeneral motor, terjadi konflik lama mancapai biaya perunit yang rendah melalui ekonomi skala(perubahan skala besar) dan merespon pelanggan dengan mengurangi waktu tiba dipasar. Di IBM, terjadi konflik antara mengembangkan bisnis (mengembangkan pendapatan) dan meningkatkan keuntungan (menurunkan biaya). Di Mercedes, terjadi perselisihan antar kelompok dalam perusahaan yang ingin mendesai dan membuat mobil berkualitas (insyur) serta orang yang berpendapat bahwa banyak orang tidak ingin membayar premi untuk mobil karena mereka tidak ingin dan tidak menghargai inovasi tersebut(pasar). Manajer yang sukses biasanya adalah orang yang paling dapat menyeimbangkan tuntutan yang berkonflik tanpa kehilangan tujuan perusahaan melalui manajemen konflik yang efektif, usaha dari sebauh masalah dapat diarahkan kepada tujuan umum yang diharapkan akan berguna, baik bagi orang yang terlibat maupun bagi seluruh organisasi.
3.      Konflik peran dan ambiguitas
            Berhubungan dengan konsep norma (perlaku wajib)peranan didefinisikan sebagai posisi yang mempunyai harapan yang berkembang dari norma yang ditetapkan. Orang yang hidup dalam masyarakat kontemporer melakukan serangkaian peran sepanjang hidupnya. Urutan peranan sosial adalah anak kecil, anak laki-laki ata peempuan, remaja, mahasiswa, kekasih, pasangan hidup , orang tua, dan kakek atau nenek. Setiap peranan mempunyai harapan yang dilakukan seperti sebuah peran dalam drama.
            Selain berkembang  melalui serangkaian peran seperti disebutkan diatas, orang dewasa dalam masyarakat modern menempati berbagai peran pada waktu yang sama. Tidaklah umum bagi pria dewasa kelas menegah untuk secara serempak memainkan peran suami, ayah, pencari nafkah, anak (bagi orangtuanya), pekerja atau manajer, mahasiswa (kuliah malam), pelatih tim bisbol little league, anggota gereja, anggota klub sosial, mitra bermain kartu , anggota klub poker, kelopok pegawai komonitas, dan para pemain golf pada akhir pekan. Tentu saja perempuan mempunyai peran yang menimbulkan konflik. Meskipun semua peranan yang dimiliki pria dan perempuan dalam ornagisasi relevan dengan perilaku mereka , tetapi dalam studi perilaku organisasi, peran organisasi adalah yang paling penting. Peran seperti operator peraltan digital, pramuniaga, pemimpin tim, sales, insiyur, analisi sistem, kepala departemen, wakil presiden, dan pemimpin direksi sering mempunyai tuntutan dan harapan yang saling berkonflik. Terdapat bukti penelitian bahwa konflik tersebut dapat mempunyai dampak negatif pada keberhasilan dan kinerja yang dipegaruhi perbedaan budaya. Sebagai contoh, dalam studi kasus mengenai CEO dalam joint venture internasional, ditemukan bahwa konflik peran lebih rendah saat mitra asing dominan dalam usaha, tetapi menjadi lebih tinggi saat orang local menjadi dominan. Konflik peran berhubungan dengan budya secara terbalik.
            Terdapat tiga jenis konflik peran. Jenis pertama adalah konflik antar orang dan peran. Mungkin terdapat konflik antar kepribadian orang dan harapan peran. Misalnya, karyawan produksi dan angota serikat ditunjuk untuk memimpin tim produksi baru. Pemimpin tim baru ini tidak ingin terlalu mengawasi karyawan dengan dekat, dan hal tersebut bertentangan dengan kepribadiannya yang keras, tetapi itulah yang diharakan kepala produksi. Jenis yang kedua adalah konflik anatrperan yang dihasilkan oleh harapan yang berlawanan mengenai bagaimana memainkan peran . apakh pemimpin tim perlu menjadi otokrat atau demokrat dalam mengahdapi anggota tim? Akhirnya, konflik antar peran muncul dari persyaratan yang berbeda antara dua peran atau lebih yang harus diaminkan dalam waktu bersamaan. Peran kerja dan tidak kerja sering menjadi konflik. Misalnya, eksekutif sukses yang berkerja pada perusahaan komputer mengatakan bahwa dia bekerja dari pukul 7.30 pagi sampai pukul 11.30 malam. jam kerjanya yang panjang menyebabkan perceraian. Saat dia mendegar bahwa ibunya sakit parah, dia ingat “ saya mempunyai waktu satu menit untuk bersedih sebelum telepon mulai berdering lagi. Anda terjerumus begitu jauh dalam perkerjaan dan anda bahkan tidak menyadari bahwa hidup anda telah terampas sepenuhnya dari anda.”
            Pemimpin tim produksi dan eksekutif yang sedang menanjak kariernya secara jelas merepresentasikan kasus konflik peran organisasi. Tetapi, tergantung pada individu dan situasi, orang dalam setiap posisi dalam organisasi modern juga mengalami salah satu dari tiga jenis konflik tersebut. Staf insinyur tidak yakin otoritas nyata mereka. Pegawai digarda depan tidak tau apakah mereka harus merespon dorongan organisasi serikat atau tidak. Contoh-contoh seperti itu tidak akan ada habisnya. Pertanyaannya bukan apakah ada konflik atau ambiguitas peran—karena hal tersebut memang ada, dan sepertinya tidak dapat dielakkan. Akan teapi, pertanyaan kuncinya adalah bagaimana memecahkan atau mengelola konflik peran.
            2.4 Konflik Antarpribadi
   Orang yang mempunyai konflik antarpribadi sering menghubungkan penyebab konflik ke masalah kepribadian atau kesalahan pihak lain. Misalnya, penelitian dari teori atribusi yang disebut eror atribusi fundamental, menyatakan bahwa orang menghubungkan perilaku seseorang dengan factor personal seperti intelegensi, kemampuam, motivasi, sikap, atau kepribadian. Akan tetapi, whetten dan Cameron menjelaskan lebih lanjut dan mengajukan empat sumber konflik antarpribadi. Keempat sumber konflik tersebut adalah :
1.      Perbedaan personal
Setiap orang mempunyai latar belakang yang unik dikarenakan proses pertumbuhan, tradisi keluarga dan budaya, dan proses sosialisasi. Karena tidak ada seorang pun yang mempunyai latar belakang keluarga, pendidikan, dan nilai yang sama, perbedaan dapat menjadi sumber utama dari konflik. Perselisihan yang berakar dari perbedaan “ sering meningkatkan emosi dan menambah implikasi moral. Perselisihan mengenai siapa yang benar berubah menjadi argument pahit mengenai siapa yang lebih bermoral.
2.      Difisiensi informasi
Sumber konflik muncul dari kegagalan komunikasi dalam organisasi. Dua orang yang berkonflik mungkin menggunakan informasi yang berbeda atau salah satu dari mereka salah informasi. Beda halnya dengan perbedaan personal, sumber konflik ini tidak dinilai secara emosi dan sekali dibenarkan,maka terdapat sedikit kebencian.
3.      Ketidaksesuaian peran
Jenis konflik antarpribadi ini berasal dari konflik intraindividu dan konflik antarkelompok. Secara khusus, dalam organisasi horizontal, manajer mempunyai fungsi dan tugas yang sangat saling tergantung. Akan tetapi, peran individu dari manajer tersebut mungkin tidak sesuai. Misalnya, manajer produksi dan manajer penjualan mempunyai fungsi saling tergantung, yakni bahwa mereka saling mendukung. Akan tetapi, peran manajer produksi adalah memotong biaya dan mempertahankan inventori yang rendah. Sebaliknya, manajer penjualan mungkin membuat janji kepada pelanggann yang tidak sesuai dengan tingkat inventori rendah yag dipertahankan o;eh bagian produksi. Konflik yang munvul dari ketidaksesuaian peran an ini mungkin harus dipecahkan oleh manajemen lebih tingi atau pengembangan system melalui teknologi informasi canggih.
4.      Tekanan lingkungan
Jenis konflik ini dapat diperjelas dengan lingkungan yang meneka. Dalam lingkungan sumber daya yang langka atau menusut, terdapat tekanan kompetitif atau ketidakpastian yang tinggi, semua jenis konflik kemungkinan lebih sering terjadi. Misalnya, saat pembuat makanan binatag peliharaan mengumumkan bahwa sepertiga manajernya harus mengikuti shift ketiga yang baru, ketakutan akan terganggunya rutinitas pribadi dan keluarga mendorong banyak manajer untuk mengirim resume mereka. Selain itu, ketidakpastian mengenai orang yang harus berkerja pada malam hari begitu besar, bahkan pekerjaa rutin menajemen pun terganggu oleh kepura-puraan dan perang dingin.
2.5  Perilaku Dan Konflik Antar Kelompok
Selain konflik antar pribadi (yang mencakup intrakelompok) selama bertahun-tahun psikolog sosial membahas konflik antar kelompok. Perilaku antar kelompok secara khusus didentifikasi sebagai berikut: “perilaku antar kelompok terjadi kapanpun selama individu dalam sebuah kelompok berinteraksi  secara kolektif maupun secara individu dengan kelompok atu anggota dalam lain dalam konteks indentifikasi kelompok referensi.
            Ada beberapa kondisi anteseden yang menjelaskan  konflik antar kelompok, yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1.      kompetisi untuk sumber daya. Banyak organisasi mempunyai sumber daya yang sangat terbatas.
2.      kelompok dalam organisasi bersaing mendapatkan dana anggaran, ruang, suplai, karyawan, dan pelayanan pendukung.
3.       kesalingketergantungan tugas. Jika kedua kelompok dalam organisasi saling tergantung satu sama lain dalam dalam cara masing-masing mendapat keuntungan atau bahkan secara satu arah(seperti dalam proses teknologi berurutan), anda kecenderungan terjadi komplik daripada jika kelompok tidak saling tergantung sama lain. Semakin berbeda tujuan, prioritas, dann karyawan dari kelompok yamg independen(misalnya, penelitian dan produksi), semakin cenderung terjadi konflik.
4.      ambiguitas jurisdiksional. Hal ini mungkin mencakup masalah”wilayah kekuasaan” atau tanggung jawab yang sama. Misalnya, konflik mungkin terjadi pada saat satu kelompok berusahan memperoleh lebih banyak kontrol atau keuntungan dari aktifitas yang diinginkan, atau menyerahkan bagian dan tanggung jawab yang tidak diinginkan.
5.      pengejaran status. Konflik ini terjadi saat satu kelompok berusaha mengikatkan status dan kelompok lain memandangya sebagai ancaman dalam hirarki status. Status kelompok mungkin juga merasa diperlakuan tidak dail dibandingkan dengan kelompok lain dalam hal penghargaan, tugas, kondisi kerja, hak istimewa, atau simbol status. Departemen sumber daya manusia sering diberlakukan berbeda dalam hak dari departemen pemasaran, keuangan, dan operasi.
            Kelompok yang berkomflik mempunyai perilaku yang berbeda dari kelompok yang bekerja sama dengan lancar. Berikut ini adalah contoh nyatanya:
            Sebuah divisi litton industries perlu menginstergasian operasi west dan east coast untuk memberi spektrum layanan yang lengkap kepada pelanggan. Kelompok weast cost telah menjalankan call center selama 30 tahun, bekerja keras tetapi tidak berubah. Operasi east coast bergabung melalui akuisisi dan dikhususkan untuk konsultasi proses perubahan. Kelompok east coast ini bertindak independen, mengambil resiko, dan kurang peduli mengenai tradisi dan budaya litton. Konflik yang terjadi adalah karena tidak adanya komunikasi atau kesatuan arah antara kedua kelompok. Sabotase tersembunyi antara kedua piha terjadi secara rutin untuk mengurangi keefektifan pihak lain.
Terdapat bukti penelitian terbaru bahwa kelompok yang berkonflik berubah secara insternal dalam persepsi antar kelompok  mereka, misalnya sebuah studi terhadap 70 tim manajemen puncak secara internal menemukan bahwa tingkat kepercayaan mengurangi hubungan antara konflik tugas (persepsi perselisihan mengenai keputusan yang dibuat kelompok) dan konflik hubungan  (persepsi emosional mengenai ketidaksesuain antar pribadi). Studi lain menemukan bahwa kohesivitas antar kelompok yang rendah dan hubungan negatif antar kelompok berhubungan secara signifikan denngan persepsi konflik antar kelompok yamg lebih tinggi. Secara keseluruhan, banyak ahli menekankan pentingnya melakukan analisis biaya manfaat disemua tingkat konflik dan selanjutnya mengatur sistem resolusi perselisihan dan mengatur sistem melalui teknologi informasi canggih yang menghilangkan konflik yang melekat dalam desain organisasi tradisional (misalnya, spesialis hierarki dan fungsi).
            2.6  Pengaruh  Konflik Individu
            Seperti telah dibahas, konflik tidak secara otomatis buruk bagi karyawan perseorangan atau kinerja organisasi mereka. Dalam kenyataanya, secara umum diakui bahwa tingkat konflik yang rendah dapat meningkatkan kinerja.
            Pengaruh disfungsional dari tingkat konflik tinggi perlu diperhatikan dalam masyarakat kontemporer secara umum dan secara khusus dalam manajemen sumber daya manusia yang efektif. Masalah tingkat konflik yang tinggi dapat ditunjukan secara fisik, psikologis, atau perilaku individu.
            2.6.1  Masalah Fisik Akibat Konflik
Banyak perhatian dan penelitian dasar selama bertahun tahun ditujukan pada dampak konflik pada kesehatan fisik. Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan konflik adalah sebagai berikut:
1.      masalah sistem kekebalan tubuh, dimana terdapat pengurangan kemanpuan untuk melawan sakit dan infeksi
2.      masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung
3.      masalah sistem muskoloskleletal( otot dan rangka), seperti sakit kepala dan sakit punggung
4.      masalah sistem gastrointestinal (perut) seperti diare dan sembelit
            Untuk 5.000 orang  yang bekerja dipasar saham, kematian karena serangan jantung adalah 60% lebih tinggi daripada tingkat nasional untuk pria antara 18 dan 65 tahun, dan termaksuk didalamnya salah satu karyawan yang menistall defibrilator (digunakan untuk mengembalikan detak jantung dengan listrik). Bonus adalah sejarah kuno. Siapa saja yang berjuang dengan perasaan”takut dipecat” rasa bersalah karena selamat dari pemecatan,” dan stigma baru yang muncul dari kenyataan bahwa orang securities echange commision,NASD, pengacara berharap menemukan orang yang bersalah. Selanjutnya, terdapat seribu atau lebih class action yang penyelesaian untuk investor yang tidak puas.
Jelaslah bahwa penyakit fisik serius dari konflik mempunyaai pengaruh drastis terhadap individu. Pengaruh yang tidak selalu tampak, tetapi serius, adalah pengaruh masalah fisik seperti penyakit jantung, yang dampak berdampak pada organisasi. Secara jelas, tidak semua penyakit jantung dapat dihubungkan secara langsung dengan konflik; kondisi dukungan dan keaadan kesehatan, faktor keturunan, dan sejarah medis seseorang juga memberi konstribusi. Akan tetapi, tampaknya terdapat cukup bukti bahwa komflik dapat dan benar-benar memberi konstribusi pada penyakit yang menakutkan ini dan masalah fisik lainnya.
            2.6.2  Masalah  Psikologis Akibat Konflik
Meskipun ada banyak perhatian terhadap hubungan antara kesehatan fisik, terutama dalam komunitas medis, tetapi tidak banyak yang membahas dampak komflik pada kesehatan mental. Tetapi, paling tidak secara tidak langsung, dalam kinerja sehari-hari, maslah psikologis yang muncul dari komflik juga sama pentingya dengan maslah fisik, bahkan mungkin lebih penting. Tingkat konflik tingi  mungkin disertai dengan kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan.
Akibat konflik dapat mempunyai pengaruh yang hampir tidak tertera, tetapi sangat nayata pada gaya dan keefektifan manajer dalam posisi kunci, misalnya, manager yang mengalami konflik mungkin menjadi murung, dan bawahan mereka tidak berani mengangu managernya, walaupun ada informasi penting, karena mereka hanya akan “memenggal kepala anda” . Manager tersebut juga menyadari bahwa saat mereka bersikap seperti itu, mereka merasa bahwa tidak berlaku seperti yang diharapkan untuk posisi penting mereka dan mengalami kehilangan penghargaan diri. Dalam keadaan seperti itu, mereka mungkin juga menunda dan terus menunda sesuatu dan tidak membuat keputusan yang dibutuhkan. Dan, akhirnya mereka marah kepada pimpinan karena mencoba mengembalikan mereka kejalur yang tepat dan mulai membenci pekerjaan mereka. Rekan kerja, bawahan, dan pimpinan mungkin sangat muak dengan manager tersebut dan menggambarkan perilaku mereka sebagai hasil dari “ kepribadian yang buruk” padahal penyebab sebenarnya adalah konflik. Jika manager mengalami serangan jantung, setiap orang akan merasa sedih dan berkata bahwa dia terlalu tertekan, tetapi kemurungan manager, penghargaan diri yang rendah, ketidakmampuan untuk membuat keputusan, dan ketidakpuasan pada pimpinan dan pekerjaan menyebabkan orang marah dan berkata bahwa manager .”tidak baik” atau tidak dapat sejalan dengan orang lain.” Masalah serangan jantung dan psikologis mungkin penyebabnya adalah sama. Dan meskipun orang bereaksi secara berbeda, namun pengaruh negatif terhadap kinerja adalah sama besarnya dengan masalah psikologis, atau bahkan lebih buruk.
            2.6.3 Masalah Perilaku Akibat Konflik
Seperti pada kasus yang dibahas pada buku ini, unit analisis prilaku mungkin sangat membantu dalam mengatasi pengaruh stress kerja dan komflik. Perilaku langsung yang menyertai tingkat komflik yang tinggi mencakup makan sedikit atau makan berlebihan, tidak dapat diatur, meerokok dan minum keras, 10 persen mengalami masalah minuman keras, dan 6 milyar dossis amphetamine dan obat tidur dikomsumsi setiap tahunnya. Masalah perilaku karyawan yang disebabkan alkohol dan obat-obatan menjadi sangat jelas. Misalnya, sebuah perusahaan mempunayi masalah dengan minuman keras saat bekerja dan membeli alat pengukur kadar alkohol lewat pernapasan untuk menguji karyawanya. Kepala serikat buruh dalam pekerjaan ini menyatakan,: ada sejumlah orang yang masuk kerja sambil mabuk setiap harinya. Meskipun alat itu belom digunakan, salah seorang karyawan mengatakan, “saya rasa saya akan berhenti pergi ke bar paada jam makan siang” selain berbahaya, seperti dalam perusahaan yang menggunakan banyak peralatan berbahaya, masalaah tersebut dapat ditunjukan melalui kelambatan, ketidakhadiran, dan turnover.
Terdapat bukti penelitian selama bertahun-tahun yang mengindikasikan hubungan komflik dengan ketidak hadiran dan turnover. Misalnya, karyawan mungkin mengalami komflik dan bereaksi dengan mabuk dan tidak masuk kerja pada keesokan harinya karena teralalu banyak minum. Mereka kemudian merasa bersalah karena mabuk dan merasa mengecewakan setiap orang pada pagi harinya,” dan akhirnya keluar atau dipecat dari pekerjaan. Sementara ini, ketidak hadiran meningkat, dan diikuti dengan pergantian karyawan, yang merugikan perusahaan baik dalam hal menganti karyawan yang absen ataupun menganti orang yang keluar. Menghindari pekerjaan yang menyebabkan stress atau keluar dari pekerjaan adalah reaaksi pelarian dari situasi. Sebenarnya hal ini mungkin reaksi yang lebih shat ketimbang reaksi perselisihan dimana orang tetap pada pekerjaan yang membuat sress dan menjadi marah atau agresif.
            2.7  Strategi Mengatasi Konflik
Sekalipun teori tentang mengatasi konflik sedang berkembang, namun penelitian dasar tentang peran menunjukan bahwa kepribadian dan kepercayaan mempunyai peran dalam mengatasi komflik pada organisasi dan keduanya menjadi pedoman praktis untuk mengubah konflik menjadi keberhasilan. Contoh aplikasi: perlu waktu untuk mengelola waktu untuk memberikan beberapa teknik sederhana, seperti manajemen waktu yang dapat mengatasi konflik, dan terdapat banyak langkah yang dapat digunakan untuk menghindari konflik yang ditemukan dalam literatur praktisi.
Perilaku interaktif baik pada tingkat antar pribadi maupun antar kelompok lebih menghasilkan konflik, dan solusinya adalah dengan mengatasi dan mengelola perilaku tersebut. Sebagai contoh, strategi resolusi milik konflik menang-menang atau jenis strategi lain seperti penghindaran, defusi, kepuasan, atau konfrontasi dikenal luas dalam manajemen konflik dan ada penelitian dasar yang mengindikasikan bagaimana manajemen konflik dapat mempengaruhi keberhasilan tim virtual global dalam organisasi. Terdapat banyak buku beriontasi praktik mengenai pemecahan masalah konflik ditempat kerja, tetapi pendekatan yang lebih akademis berdasarkan penelitian berfokus pada keahlian negosiasi. Setelah pembahasan strategi individu dan organisasi dalam mengatasi konflik, selanjutnnya akan dibahas keahlian negosiasi resolusi konflik.
            Contoh Aplikasi
            Perlu waktu untuk megelola waktu
            Salah satu penyebab utama stress pada manajer adalah tekanan waktu. Tidak menjadi masalah berapa cepat manager bekerja dan seberapa banyak waktu yang diberikan, mereka masih tidak dapat menyelesaikan semua pekerjaan. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan teknik managemen waktu, saat ini banyak organisasi dari chasse manhattam, exxon sampai xerox melatih manager mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat. Beberapa pedoman yang berguna untuk manajemen waktu yang efektif adalah sebagai berikut:
1.      membuat daftar “pekerjaan” yang mengidentifikasi semua yang harus dikerjakan selama satu hari. Hal ini membantu perkembangan kerja yang terarah.
2.      mendelegasikan pekerjaan minor sebanyak mungkin kepada bawahan.
3.      menentukan kapan melakukan pekerjaan terbaik pagi atau siang dan menjadwal tugas paling penting untuk periode waktu tersebut.
4.      mengatur waktu selama sehari, paling tidak satu jam, saat tidak diizinkan adanya tamu atau gangguan.
5.      mempunyai sekretaris yang menyaring semua telepon masuk dan mengalahkanya ke bawahan karena tidak penting atau tidak memerlukan perhatian pribadi dari anda.
6.      makan siang di kantor satu atau dua hari dala satu minggu untuk menghemat waktu dan memberi anda kesempatan untuk menyelesainkan pekerjaan.
7.      mengatur meja kerja anda dengan membelakangi pintu dan lorong sehingga anda tidak melakukan kontak mata dengan orang lain yang kemungkinan akan mampir kemeja anda.
8.      membaca sambil berdiri. Rata-rata, orang membaca dengan lebih cepat dan akurat saat dalam posisi tidak nyaman.
9.      menelopon antara pukul 16.30 dan 17.00. orang cenderung berbicara dengan saingkat pada jam-jam tersebut sehingga mereka dapat pulang cepat.
10.  jangan merasa bersalah mengenai hal yang tidak dapat diselesainkan pada hari ini. Letakkan pekerjaan yang tidak selesai dibagian paling atas pada daftar” pekerjaan” untuk besok.

2.8  Strategi Dan Metode Penyelesaian Konflik
2.8.1 strategi penyelesaian konflik
            Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah:
1.      Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi.
2.      Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.      Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.      Kompromi atau Negosiasi 
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.      Memecahkan  Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
            Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
Ø  Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
Ø  Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
Ø  Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
Ø  Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
Ø  Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
Ø  Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
Ø  Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
Ø  Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.

            2.8.2 metode penyelesaian konflik
v  Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.      Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
2.      Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.
3.      Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
4.      Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
Kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.

            2.9  Keahlian Negosiasi: Lebih Dari Manajen Konflik
Belakangan ini, manajemen konflik telah berubah dari bidang relasi industri menjaadi keahlian manajerial yang penting. Seperti ditanyakan neale dan Bazarman: setiap orang bernegosiasidalam berbagai bentuk berbeda , negosiasi adalah mekanisme umum untuk memecahkan masalah perbedaan dan mengalokasikan sumberdaya “. Mereka mendefinisikan negosiasi sebagai” proses pengambilan keputusan di antara pihak interdependen yang tidak berbagi kesukaan yang sama.melalui negosiasi pihak tersebut membutuhkan apa yang akan diberi dan di terima dalam hubungan mereka.
            Meskipun beberapa sarjana prilaku organisasi menyatakan bahwa terdapat kesamaan antara strategi negosiasi dan manajemen konflik , negosiasi lebih dari sekedar pemecahan konflik negosiasi menjadi keahlian manajerial bagi keberhasilan indivudu dan organisasi. Missalnya, manajer dapat bernegosiasikan kenaikan gaji atau harga yang tetap untuk suplay. Setelah menbahas biasa atau eror yang di buat negosiator dan membahas tehnik negosiasi tradisional yang digunakan, selanjutnya akan dibahas keahlian baru yang di perlukan dalam negosiasi yang efektif untuk resolusi konflik dan karier yang sukses.
            2.9.1 Pendekatan Negosiasi Tradisional
            Saat bernegosiasi, orang pada umumnya dan manajer pada khususnya cendrung mempunyai bias dan melakukan kesalahan yang membuat mereka tidak bernegosiasi secara rasional dan mencapai hasil yang maksimal. Penelitian mengenai kesalahan tersebut diringkas sebagai berikut:
Negosiator cenderung dipengaruhi oleh kerangka atau bentuk presentasi dari informasi dalam negosiasi
  1. Ketika tidak ada alternatif lain , negosiasi secara tidak rasional cendrung mengekalasi komitmen dengan tindakan yang dilakukan sebelumnya.
  2. Negosiasi cendrung beramsumsi bahwa pendapatan mereka harus berasal dari pengeluaran pihak lain.
  3. Penilai negosiator cendrung diperkuat dengan informasi tidak relevan seperti penawaran awal.
  4. Negosiator cendrung mengandalkan informasi yang tersdia.
  5. Negosiator cendrung gagal mempertimbangkan informasi yang ada denga berfokus pada perspektif lawan.
  6. Negoiator cendrung terlalu percaya diri sehubungan dengan kemungkinan mencapai hasilyang diinginkan dari individu yang terlibat.
            Selain masalah bias, negosiasi biasanya menggunakan pendekatan tawar- menawar distributif atau posisional. Tawar-menawar mengasumsikan “bagian tetap” dan berfokus pada bagaimana mendapatkan bagian terbesar, atau “bagian keuntungan”. Tim mengembangkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam negosiasi da menemukan minat yang sesuai. Akan tetapi, keyakinan umum bahwa tim mempunyai keuntungan relatif dibandingkan lawan perseseorangan dalam negosiasi, tidak didukung oleh hasil akhir aktual. Strategi manajemen konflik berupa kompromi, pemaksaan dan penghindaran, yang telah dijelaska sebelumnya, cendrung berhubungan dengan stretegi negosiasi distributif. Seperti dinyatakan oleh Whetten dan Cameron: “Kompromi terjadi saat kedua pihak mau berkorban untuk mancapai pemikiran bersama orang yang berkompromi umumnya lebih tertarik menemukan solusi yang bijaksana,  memaksa dan mengakomodasikan menuntut satu pihak menyerah agar konflik terselesaikan . Saat ini pihak yang berkonflik menghindari resolusi, mereka melakukan karena mereka menganggap biaya pemecahan konflik begitu tinggi sehingga lebih baik tidak berusaha untuk mencapai resolusi”.
            Berhubungan dengan tawar menawar  distributif adalah pendekatan tawar-menawar posisional pendekatan negosiasi ini mencakup pengambilalihan secara suksetif dan kemudian menyerah, sebuah rangkaian posisi. Dalam bentuk paling sederhana, ini terjadi saat tawar menawar di pasar terbuka. Akan tetapi ,tawar-menawar posisional juga erjadi dalam diplomasi internasional. Fisher dan ury menyatakan bahwa tawar menawar  posisional dapat mempunyai tujuan yang berguna:” Hal ini memberitahukan apa yang  anda inginkan  pada pihak lain : memberikan kepastian dalam situasi tidak menentu dan tertekan : dan akhirnya menghasilkan kesepakatan yang dapat di terima.”
            Tujuan adalah sebuah kemenangan, tidakmempercayai orang lain, menyukai posisi anda, mengancam, mencoba memenangkan kontes keinginan, dan menerapkan tekanan. Sebaliknya, strategi”lembut, mencakup karakteristik sebagai berikut: tujuan adalah sebuah kesepakatan mempercayaai orang lain, mengubah posisi dengan mudah , memberi penawaran , mencoba menghindari kontes keinginan , dan menghilangkan tekanan.Penawara yang keras mendominasi dan mempunyai daya tarik intruksi. Akan tetapi, penelitian dan praktik sehari hari mulai menunjukan bahwa pendekatan negosiasi efektif lebih di mungkinkan dari pada strategi tradisional.


            2.9.2 Keahlian Negosiasi Kontemporer
Terdapat pendekatan anternatif disamping tawar menawar distributif dan possional yang dikenal sejak lama dan strategi keras dan lunak dalam negosiasi wetthen dan cameron mengusulkan pendekatan interatif yang menggunakan perspektif” meninggalkan keuntungan “ yang menggunakan tehnik pemecahan masalah untuk menemukan hasil menang-menang. Bedasarkan strategi kolaborasi (daripada kompromi, memaksa, mengakomodasi , atau menghindari ), pendekatan interatif mengharumkan negosiator yang efektif untuk menggunakan keahlian seperti (1) menepatkan tujuan superordinat: (2) misalkan orang dari masalah: (3) berfokus pada minat bukan pada posisi : (4) menemukan piihan untuk keuntungan bersama: dan (5) menggunakan kriteria objektif.
            Pedoman praktis untuk negosiasi yang efektif mengelompokkan berbagai tehnik negosiasi bedasarkan tingkat resiko bagi si pengguna.:
  1. Tehnik negosiasi resiko rendah
Ø  Bujukan – halus biasanya berhasil , tetapi standar nya mungkin berbeda antara usia jenis kelamin, dan faktor budaya.
Ø  Memberiikan point yang mudah duu – membantu membangun kepercayaan dan momentum persoalan yang lebih berat
Ø  Diam – efektif untuk konsensi, tetapi seseorang harus berhati hati agar tidak memancing kemarahan atau fustasi lawan .
Ø  Posisi menguntungkan – hal ini mungkin memperoleh penawaran balik yang rnunjukan posisi lawan atau mengubah point kompromi.
Ø  “O.malangnya aku- mungkin mnimbulkan simpati, tetapi juga dapat menyebab kan naluri membunuh dalam dri lawan
2.      Tehnik negosiasi risiko tonggi
Ø  Hilangnya kesabaran yag tidak diharapkan – kemaraha dapat memecahkan kebutuhan dan memberi ide pada setiap orang, tetapi hal ini juga dapat di pandang sebagai sikap tidak dewasa atau menipulasi dan menyebabkan lawan memperkuat posisi mereka.
Ø  High-balling – digunaka untuk memperolehkepercsyssn deenganmenyerah kepada posisi lawan , tetapi saat kalah oleh kekuasaan yang lebih tinggi , konsesi di peroleh bedasarkan kepercayaan.
Ø  Bouharism (ambil atau lepaskan) dinamakan seperti nama wakil presiden GE yang hanya membuat satu penawaran dalam negosiasi, hal ini merupakan strategi yang sangat agresif yang mungkin juga menyebabkan kemarahn dan frustasi pada lawan.
Ø  Menunggu momen yang tepat – setelah menggunakan taktik yang butuh dan mengetahui bahwa tanggal waktu sudah dekat, memberikan tawaran yang masuk akal tetapi disukai meninggalkan lawan dengan sedikit pilihan atau menerimanya.
            Selain strategi risiko rendah dan tinggi juga terdapat sejumlah tehnik negosiasi, sperti tim yang sendiri dari dua orang yang menggunakan “polisi baik – polisi jahat “( satunya keras, dan yang lain nya baik hati), dan berbagai kesenangan psikologis seperti memaksa pertemuan diselenggarakan di wilayah seseorang menjadwalkan pertemuan pada wakuyang tidak tepat, atau menginterupsi pertemuann dengan menelpon atau pertenuan lain. Juga ada pedoman jika maka, bagaimana menggunakan alkohol dalam negosiasi .      Selain pedoman untuk keahlian negosiasi yang efektif , juga terdapat penawaran distributif dan strategi keras dan lembut yang dikembangkan oleh Harvard Negotiation Project. Alternatif pada negosiasi tradisional ni disebut pendekatan negosiasi berprinsip atau negosiasi menurut manfaat.
            Ada empat elemen dasar dalam pendekatan alternatif negosiasi yaitu:
1.      Orang. Memisahkan orang dari masalah
2.      Minat.berfokus pada minat , bukan posisi
3.      Pilihan . Mengahsilkan berbagai kemungkinan sebelum memutuskan apa yang dilakukan .
4.      Kriteria. Memaksa bahwa hasil didasarkan pada beberapa standar objektif

Keahlian dasar melebihi strategi keras dan lembut  dan mengubah permainan negosiasi berdasarkan manfaat. Misalnya, dalam tawar- menawarkan lembut anggota adalah teman: dalam tawar menawarkeras , anggotanya adalah musuh : tetapi dalam pendekatan perinsip, anggotanya adalah pemecahan masalah. Dalam tawar menawar dalam tawar menawar lembut , pendekatan adalah mempercayai orang lain dalam tawar menawar keras,anggotanya tidak saling mempercai;tetapi dalam pendekatan prinsip, negosiator mengekplorasi minat umum. Keahlian negosiasi prinsip ini dapat menghasilkan kesepakatan yang bijaksana sebagai dinyatakan fisher dan ury:
            Metode ini memungkinkan anda untuk mencapai konsesus secara bertahap menganai keputusan bersama secara sfisien tanpa mengeluarkan biaya untuk mempertahankan posisi. Anda hanya harus memuka diri. Dan memisahkan orang dari masalah memungkin anda berhubungan secara langsung dan secara empatis dengan negosiator lain sebagai manusia dan menghaasilkan penyesaian yang baik.
    Sejalan keahlian sosial, emosional, perilaku, kepemimpinan, tim, dan komunikasi keahlian negosiasi menjadi semakin penting bukan hanya untuk manajemen konflik, tetapi juga untuk manajemen yang efektif secara umum.












BAB III
 PENUTUP
3.1  Kesimpulan
            Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik adalah proses dimana satu pihak mengganggap bahwa pihak lain menentang atau menghalangi kepentingan-kepentingannya (Krietner Dan Kinioki, 2005).  
            Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya.
            Konflik sebagai suatu kesatuan negative, dimana ini merupakan salah satu problema serius yang di hadapi yaitu kecenderungan konflik untuk menyebabkan terpencarnya upaya untuk mencapaii tujuan organisasi. Sumber daya organisasi yang ada tidak di gunakan untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi melainkan habis digunakan untuk menyelasaikan konflik yang ada. Waktu dan uang merupakan sumber daya organisasi yang sangat pentingd dan kerap kali digunakan untuk menyelesaikan konflik.




 BAB 1
PENDAHULUAN
      1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, manusia sudah mengenal dan mengalami bermacam konflik. Konflik dapat terjadi antara suami-istri, antara orang tua dan anak, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, antara pihak  atasan dengan pihak bawahan dan sebagainya. Konflik juga terjadi antar bangsa,  yang tidak jarang menyebabkan timbulnya peperangan. Bisa dikatakan bahwa selama manusia hidup, maka senantiasa akan muncul berbagai macam konflik yang bersumber pada berbagai macam sebab.
Ada konflik yang relative mudah untuk diatasi dan ada pula konflik yang memerlukan waktu lama untuk menyelesaikannya, tetapi ada pula konflik yang dari generasi ke generasi berikutnya tidak terpecahkan ataupun terselesaikan. Tidak mengherankan apabila banyak orang yang berpendapat bahwa konflik merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan, mengingat bahwa ia muncul dalam bermacam-macam setting yang berbeda-beda.
Salah satu problema dalam hal merumuskan dan mempelajari konflik adalah kecenderungan untuk mengimbangkan konflik dan persaingan. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa konflik tidak bersinonim dengan persaingan. Persaingan sendiri meliputi tindakan-tindakan yang dilakukan orang tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya yang menyebabkan orang lain tidak berhasil mencapai tujuannya.
Perlu diingatkan disini bahwa perbedaan antara konflik dan persaingan bukanlah seperti membelah-belah rambut, karena konflik dapat muncul dalam berbagai bentuk selain dari bentuk konfllik karena di sebabkan oleh persaingan. Persaingan ini kerap terjadi dalam suatu organisasi, dimana satu pihak saling bersaing dengan pihak lainnya untuk memperebutkan posisi kedudukan dalam organisasinya atau dalam suatu departemen.
Suatu organisasi terdiri dari dari bagian-bagian atau departemen yang saling bekerjasama dan saling bergantung satu sama lainnya. Hubungan saling ketergantungan ini dapat meningkatkan kerjasama, tetapi dapat pula menimbulkan konflik. Konflik sangat mungkin terjadi karena masing-masing kelompok atau depertemen memiliki tujuan yang berbeda-beda atau saling bertentangan.
C.R. Mitchell mengemukakan tentang situasi-situasi konflik yaitu “…any situation in which two or more social entities or parties ( however difined or structured) perceive that they possess mutually imcompatible goals”. Apabila kita merumuskan situasi-situasi konflik sebagai situasi dimana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki tujuan-tujuan yang saling bertentangan, terlepas dari apakah pihak-pihak yang dimaksud berupa individu-individu, kelompok social ataupun organisasi.
            1.2 Rumusan Masalah
1.      apa yang dimaksud dengan konflik?
2.      apa saja jenis-jenis konflik?
3.      apa yang dimaksud konflik intraindividu?
4.      apa yang dimaksud konflik antarpribadi?
5.      jelaskan perilaku dan konflik antar kelompok?
6.      jelaskan pengaruh konflik individu?
7.      jelaskan strategi mengatasi konlik?
8.      jelaskan strategi dan metode penyelesaian konflik?
9.      apa yang dimaksud dengan keahlian negosiasi: lebih dari manajemen konflik?









BAB II
PEMBAHASAN
            2.1 Konflik
            Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Berikut beberapa pengertian konflik menurut para ahli:
            2.1.1 Konflik Menurut Para Ahli
1.      Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977)
            konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan   akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di    antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.      Gibson, et al (1997: 437)
 hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.      Muchlas  (1999)
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
4.      Minnery (1985)
 Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.



5.      Robbins (1993)
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif .
6.      Pace & Faules (1994:249).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami .
7.      Folger & Poole (1984).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
8.      Myers(1982) dan Kreps (1986) serta Stewart(1993)
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat .
9.      Devito (1995)
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.
10.  Alabaness
konflik  adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Jadi, konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak (Ross Stagner). Konflik adalah proses dimana satu pihak mengganggap bahwa pihak lain menentang atau menghalangi kepentingan-kepentingannya (Krietner Dan Kinioki, 2005). Sementara itu, Greenberg Dan Baron (2003), mendifinisikan konflik sebagai proses dimana suatu kelompok merasa atau mempersepsikan kelompok lain akan mendapatkan atau menggunakan tindakan yang bertentangan dengan kelompoknya. Berdasarkan pengertian ini, maka suatu konflik akan muncul apabila terjadi perbedaan kepentingan antar kelompok atau kepentingan suatu kelompok dihambat oleh kelompok lainnya.
            Dari beberapa definisi konflik yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa  konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dan orang atau pihak yang merasakan dan mengalaminya. Jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitupun sebaliknya.
Konflik merupakan bentuk interaksi antar kelompok yang berbeda dalam berbeada kepentingan, persepsi, dan preferensi. Konflik melibatkan interaksi permusuhan mulai dari yangbersifat lembut sampai bersifat perkelahian. Dinamika konflik yang meningkat memberikan dampak di dalam kelompok dan antar kelompok yang terlibat. Konflik dengan kelompok akan cenderung akan meningkatkan kreativitasnya dan kecocokan terhadap norma kelompok.
2.1.2 Pandangan Mengenai Konflik
 Ada tiga pandangan mengenai konflik, yaitu :
1. Pandangan Tradisional
            Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini memandang konflik sebagai sesuatu hal yang buruk, tidak menguntungkan dan juga selalu merugikan organisasi. Oleh karena itu, konflik ini harus dicegah dan juga dihindari sebisa mungkin dengan mencari akan permasalahannya.
2. Pandangan Hubungan Kemanusiaan
            Pandangan aliran behavioral ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak dapat dihindarkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik ini sebenarnya tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Konflik tidak selamanya hanya merugikan, bahkan bisa menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3. Pandangan Interaksionis
            Pandangan ini menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, namun juga mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja secara positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini berdasarkan pada keyakinan bahwa organisasi yang tenang, damai dan harmonis ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan juga tidak inovatif. Dampaknya yaitu pada kinerja organisasi menjadi lemah.
            Kemungkinan timbulnya konflik sangat besar sekali dalam kerangka keorganisasian. Tetapi harus diingat bahwa berbeda dengan pandangan pada masa lampau, kini pandangan orang tentang konflik adalah bagaimana ia tidak selalu menimbulkan dampak negative tetapi tidak jarang juga konflik dapat menimbulkan dampak yang positif bagi para pelakunya. Adakalnya pihak manajemen perlu menciptakan konflik antara para karyawannya dalam rangka menimbulkan persaingan antara mereka yang merangsang untuk meraih prestasi lebih baik dibandingkan dengan masa sebelumnya.tentu maksud konflik disini ialah konflik yang masih dapat ditangani dan yang tidak menjadi liar tanpa kendali.
            Konflik dapat dijadikan sebagai suatu kekuatan positif, dimana cara untuk menyelesaikan atau mengatasi konflik ini sendiri menyebabkan orang harus mencari jalan untuk mengubah cara-cara yang berlaku dalam menjalankan tugasnya dalam suatu organisasi. Jadi, proses penyelasaian konflik dapat merangang timbulnya perubahan positif didalam organisasi yang bersangkutan. Disamping itu, upaya untuk mencari cara penyelesaian konflik dilakukan bukan saja membuahkan inovasi dan perubahan, melainkan dapat menyebabkan perubahan yang lebih dapat diterima atau diinginkan. Persaingan yang menyebabkan timbulnya konflik dapat juga menimbulkan efek menguntungkan, dimana para karyawan yang mengalami suatu suasana kompetitif antara para sesama pekerja yang berhubungan dengan kinerja atau peforma sehingga dapat memotivasi untuk mencurahkan upaya lebih intensif guna menenangkan pesaingnya. Bukti empiric yang diperoleh melalui riset di luar negeri menunjukkan bahwa persaingan menyebabkan meningkatnya produk yang diproduksi per periode waktu. Apabila tujuan utama suatu organisasi adalah menghasilkan sejumlah besar keuntungan, maka disarankan untuk menciptakan suatu suasana yang kompetitif. Sebagai contoh, memberikan reward atau bonus kepada karyawan yang bisa menghasilkan tingkat keuntungan produksi yang lebih banyak.
            Konflik sebagai suatu kesatuan negative, dimana ini merupakan salah satu problema serius yang di hadapi yaitu kecenderungan konflik untuk menyebabkan terpencarnya upaya untuk mencapaii tujuan organisasi. Sumber daya organisasi yang ada tidak di gunakan untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi melainkan habis digunakan untuk menyelasaikan konflik yang ada. Waktu dan uang merupakan sumber daya organisasi yang sangat pentingd dan kerap kali digunakan untuk menyelesaikan konflik. Konflik sendiri dapat menimbulkan gangguan psikologis pada para karyawan. Dalam jangka waktu yang lama, kondisi konflik juga dapat menyebabkan timbulnya kesulitan untuk mencapai hubungan yang saling membantu dan saling mempercayai. Akhirnya keberadaan konflik dalam persaingan membutuhkan adanya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat agar  dampak negative tersebut dapat dikurangi atau bahkan di hilangkan.
            Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.
            Kerjasama (kooperasi) terjadi bila dua pihak atau lebih bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Konflik dan kooperasi dapat terjadi bersamaan. Lawan kata kooperasi bukan konflik, tetapi kurangnya kooperasi (kerjasama). Sebagai contoh, dua pihak setuju pada tujuan,tetapi tidak setuju dengan cara pencapaian tujuan tersebut. Manajemen konflik berarti bahwa para manajer harus berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan konflik dan kooperasi.



            2.1.3 Sumber- Sumber konflik
            Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
1.      Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2.      Struktur
 Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan  terjadinya konflik.
3.      Variabel Pribadi
 Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

Selain itu, juga ada beberapa factor lain yang dapat menyebabkan konflik, yaitu:
1.      Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.
2.       Saling ketergantungan pekerjaan.
3.       Ketergantungan pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
4.      Ketidakjelasan tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan konflik.
5.      Ketidakterbukaan terhadap satu sama lain.
6.       Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.
7.       Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas.
8.      Kelompok pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.
9.      Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.
            2.2 Jenis-Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
            a. Konflik Dilihat dari Fungsi
            Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
            Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
            b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1.      Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2.      Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5.       Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6.      Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

            c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
            Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
 Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain mengenai konflik, seperti
            Jenis Jenis konflik ditinjau dari jenisnya, yaitu :
1.      Konflik Konstruktif
            Pengertian Konflik konstruktif adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi         pengembangan organisasi.

2.      Konflik Destruktif
            Pengertian Konflik Destruktif ialah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan   organisasi.
           
            Selanjutnya, jenis Jenis Konflik dari segi instansionalnya, seperti :
1.      Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasinya. Tidak jarang kebutuhan dan keinginan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi. Hal ini dapat memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan dengan peranan. Setiap karyawan dari organisasi memiliki peran yang berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan konflik karena setiap individu berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
3.      Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik ini seringkali muncul apabila seorang individu berinteraksi dengan individu lain, disebabkan oleh latarbelakang, pola tindak, pola pikir, kepribadian, persepsi, minat dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain.
           
            Jenis Jenis Konflik ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu :
1.      Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan antarindividu, kelompok maupun organisasi bisa memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan. Setiap manusia memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan dengan jumlah yang banyak tersebut, seringkali memunculkan konflik.
3.      Konflik nilai. Nilai yang dianut seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang diatur oleh organisasi atau kelompok. Hal ini dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4.      Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi.
            Jenis Jenis Konflik menurut Mastenbroek ada 4, yaitu :
1.      Instrumental Conflicts
Konflik ini terjadi oleh karena ketidaksepahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2.      Socio-emotional Conflicts
Konflik ini berkaitan dengan masalah identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka, kepercayaan, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
3.      Negotiating Conflicts
Konflik negosiasi adalah ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok.
4.      Power and Dependency Conflicts
Konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi. Contoh : pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.

            2.3 Konflik Intraindividu
Model konflik intraindividu lebih makro dirangkum dalam  secara singkat pada gambar 12.3
Makro
Konflik
Mikro
GAMBAR 12.3 Tingkat Konflik Dalam Perilaku Organisasi
            2.3.1 Bentuk bentuk konflik intrindividu
1.      Konflik akibat frustasi
Frustasi terjadi saat dorongan yang termotivasi terhalang sebelum orang mencapai tujuan yang diinginkan.  gambar 12.4 mengilustrasikan  apa yang terjadi. Rintangan dapat kelihatan dari luar (lahiriah atau fisik) atau tersembunyi (batiniah, atau mental sosiopsikologis). Model frustasi menjadi berguna bukan hanya dalam analisis perilaku secara umum, tetapi juga aspek perilaku pada pekerjaan secara khusus. Pencuri properti perusahaan dan kekerasan dalam pekerjaan mungkin merupakan bentuk hasil agresivitas frustasi kerja. Misalnya, sebuah artikel ringkas mengenai kekerasan di tempat kerja menyatakan bahwa belakangan ini lebih dari ribuan orang amerika terbunuh saat bekerja. Meskipun mayoritas kematian bukan karena kecelakaan kerja, namun pembunuhan masih dianggap sebagai penyebab kedua kematian bukan karena ditempat kerja( selain kecelakaan lalu lintas). Pembunuhan juga merupakan penyebab kematian perempuan ditempat kerja, bahkan katagori ini adalah pembunuhan yang berkembang paling ceat di amerika serikat.
            Kepedulian dan penelitian mengenai agresi dan kekerasan ditempat kerja kian meningkat. Meskipun insiden agresi tempat kerja merupakan reaksi terhadap frustasi terhadap bukti penelitian bahwa perbedaan individu (misalnya, sifat marah, gaya atribusi,afektivitas negatif, siakp balas dendam, kontrol dri, dan penjelasan buday agresif sebelumnya) sangat mempengaruhi agresi tempat kerja. Bentuk agresi mungkin tergantung pada persepsi keadialan organisasi (misalnya, pertimbangan kejujuran). Terdapat studi terbaru yang menyatakan bahwa tingkat kekerasan dalam komunitas tempat kerja memperdiksikam sejumlah agresi yang dilaporkan ditempat kerja tersebut. Mengimplementasikan kebijakan pencegahan kekerasan dan menyediakan pelatihan bagi penyelia dan karyawan mengenai kesadaran pencengahan kekerasan tampaknya menurunkan tingkat kekerasan antarkaryawan.
            Selain agresi dan kekerasan, reaksi penarikan diri karena frustasi mungkin menjadi penjelasan utama atas “masalah motivasu” karyawan. Mereka menjadi apatis atau  “pensiun dari pekerjaan” karena frustasi, bukan karena tidak mempunyai motivasi. Banyak motif karyawan terhalangi oleh pekerjaan yang tidak berkembang, tingkat spesialisasi kerja yang tinggi, atau rintangan dari penyelia. Sama halnya dengan agresi, terdapat bukti penelitian bahwa variabel kepribadian memengaruhi sikap dan jenis perilaku menarik diri yang ditunjukkan karyawan. Reaksi fiksasi terhadap frustasi digunakan untuk menjelaskan perilaku birokrasi yang tidak rasional. (aturan menjadi bumerang bagi diri sendiri, dan karyawan yang frustasi secara apatis menyesauikan diri dengan rintangan). Kompromi dapat membantu menjelaskan perubahan karier (krwayan yang frustasi melewati rintangan) atau “kehidupan diluar pekerjaan” (karyawan yang frustasi tidak dapat mencapai tujuan pada pekerjaan, jadi mereka mencari kepuasan diluar pekerjaan). Reaksi terhadap frustasi ini merugikan organisasi karena disfungsi yagn berhubungan dengan agresi, penarikan diri, dan fiksasi. Dalam kasus kompromi, motivasi karyawan muncul diluar organisasi. Meskipun sejauh ini pembahasan yang mengindikasikan sifat disfungsi frustasi, hal negatif tersebut sebaiknya tidak diasumsikan secara otomatis.
            Dalam beberapa kasus, frustasi mungkin menghasilkan dampak positif terhadap kinerja individu dalam tujuan organisasi. Contohnya adalah karyawan atau manajer yang mempunyai kompetensi dan prestasi yang tinggi dan atau yang mempunyai efikasi diri yang tinggi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Orang dengan sifat tersebut, jika mengahadapi frustasi pekerjaan, akan bereaksi dengan sifat defensive, tetapi frustasi dapat meningkatkan kinerja. Orang mungkin mencoba lebih keras untuk mengatasi rintangan atau mengimbangi, atau mencari arah atau tujuan baru yang lebih sesuai dengan tujuan organisasi.
            Sekali lagi, perlu diingat bahwa mekanisme pertahanan tidak buruk bagi individu, mekanisme tersebut memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian fisikologis dan menjadi tidak sehat hanya saat mekanisme tersebut menominasi kepribadian individu. Orang yang berhasil mengatasi irustrasi dimasa lalu dengan belajar mengatasi rintangan atau menetapkan tujuan pengganti, lebih toleran terhadap frustasi dibanding orang yang tidka pernah mengalaminya sama sekali, atau dibanding  orang yang mengalami frustasi yang berlebihan. Secara umum, tujuan utama manajemen sebaiknya adalah menghilangkan rintangan ( khayalan, kenyataan, atau potensi) yang membuat karyawan menjadi frustasi. Tujuan tersebut dicapai dengan usaha mendesain ulang pekerjaan yang lebih sesuai dengan motivasi karyawan atau dengan keterampilan kepemimpinan yang menyengkirkan berbagai rintangan yang membuat frustasi.

2.      Konflik tujuan
            Sumber konflik lainnya adalah tujuan yang mempunyai fitur positif dan negatif, atau dua tujuan atau lebih yang saling bersaing. Motif frustasi terhalang sebelum tujuan dicapai, sedangkan dalam konflik tujuan, dua motif tujuan atau lebih saling menghalangi. Untuk kemudahan analisi, tiga jenis konflik tujuan berikut ini dijelaskan secara umum :
a.       Konflik pendekatan, seseorang dimotivasi untuk mendekati dua tujuan positif atau lebih, terutama tujuan ekslusif.
b.       Konflik pendekatan-penghindaran, seseorang dimotivasi untuk mendekati tujuan, pada saat bersama juga dimotivasi untuk menghindarinya. Tujuan tunggal berisi karakteristik positif dan negatif bagi individu.
c.       Konflik penghindaran-penghindaran, seseorang dimtivasi untuk menghindari dua tujuan negatif atau lebih, terutama tujuan ekslusif.
            Untuk membedakan tingkatannya, setiap bentuk konflik tujuan muncul pada organisasi modern, tetapi pendekatan-penghindaran adalah yang paling relevan dengan analisis konflik.
            Konflik pendekatan-penghindaran berasal dari tujuan oraganisasi yang mempunyai asfek positif dan negatif bagi anggota organisasi. Penelitian dasar fisikologi menyatakan bahwa aspek positif tujuan organisasi lebih kuat dan lebih menonjol dalam jarak ruang dan waktu saripada aspek negatif. Sebaliknya saat orang semakin dekat dengan tujuan, aspek negatif muncul kembali dan individu mungkin ragu atau gagal untuk maju dimana pendekatan sama dengan penghindaran. Misalnya, menajer yang terlibat dalam perencanaan jangka panjang biasanya sangat yakin dengan tujuan (rencana strategi) yang telah meeka kembangkan untuk masa mendatang. Tetapi, saat semakin banyak kesempatan untuk mengsungsikan sumber daya dan mengimplementasikan rencana, konsekuensi negatif sepertinya muncul lebih besar daripada ada saat langkah perkembangan rencana. Menajer yang berada pada situasi tersebut mungkin mencapai titik dimana pendekatan sama dengan penghindaran. Hasilnya adalah terjadi konflik internal dan mengakibatkan kebimbangan, reaksi fisik atau bahwkan depresi.
            Konflik pendekatan penghindaran dan akibatnya adalah hal yang biasa dirasakan pebuat keputusan dan orang yang bertanggungjawab dalam organisasi yang dideskripsikan pada bagian pegantar. Seperti dibahas dalam majalah fortune “bagi yang bertahan, revolusi akan terasa menakutkan, merasa bersalah, menyakitkan, membebaskan, kehilangan orientasi, mengembirakan, memberikan wewenang, frustasi, menyelesaikan, membingungkan, menantang.”  Dengan kata lain, seperti diindikasi oleh istilah tersebut, banyak menejer merasakan campur aduk atau reaksi pendekatan penghindaran. Contoh aplikasi : mengatasi konflik tujuan memberikan beberapa contoh nyata.
            Contoh aplikasi
Ø  Mengatasi konflik tujuan
            Bagaimana manajer dapat mengatasi konflik tujuan? Salah satunya adalah dengan menyadari bahwa konflik ada dalam setiap organisasi dan tidak dapat dihindari. Misalnya, banyak pakar manajemen berpendapat bahwa untuk membawa perubahan, eksekutif puncak harus terdepan dalam menyatukan individu dan menunjukkan bahwa mereka mendukung perubahan. Disis lain, pakar manajemen juga menunjukkan bahwa perubahan harus mempunyai kader pemimpin ada tingkat menegah dan rendah yang membawa bendera perubahan. Jadi, apa yang dilakukan manajer adalah : berada didepan atau mendorong karyawan untuk menerima tanggungjawab ini? Dua pendekatan tersebut tampaknya saling bertentangan.
            Organisasi menuntu manajer untuk bertindak secara independen dan memberi inisiatif personal dan tanggungjawab kepada unit. Akan tetapi, saat menajer memulai tindakan yang meningkatkan aktifitas unit manajer pertama sering dipanggil untuk mempertimbangkan dan didorong untuk “ menjadi anggotan yang lebih kooperatif”.
            Konflik lain adalah pertumbuhan pendapatan versus pengendalian biaya. Jika manajer menghabiskan waktu mereka untuk mengembangkan bisnis, maka mereka mengahadapi kritik  karena tidak mengendalikan biaya. Jika mereka fokus kepada pengendalian pengeluaran, mereka ditanya mengapa mereka tidak meningkatkan pendapatan.
            Apa yang dapat dilakukan manajer untuk mengatasi konflik tersebut? Salah satunya adalah dengan menyadari bahwa konflik sering menjadi dilema utama: pemberdayaan versus penyetaraan. Manajer yang sukses mengekplorasi pendekatan dan menyeimbangkan penekanan mereka. Misalnya, digeneral motor, terjadi konflik lama mancapai biaya perunit yang rendah melalui ekonomi skala(perubahan skala besar) dan merespon pelanggan dengan mengurangi waktu tiba dipasar. Di IBM, terjadi konflik antara mengembangkan bisnis (mengembangkan pendapatan) dan meningkatkan keuntungan (menurunkan biaya). Di Mercedes, terjadi perselisihan antar kelompok dalam perusahaan yang ingin mendesai dan membuat mobil berkualitas (insyur) serta orang yang berpendapat bahwa banyak orang tidak ingin membayar premi untuk mobil karena mereka tidak ingin dan tidak menghargai inovasi tersebut(pasar). Manajer yang sukses biasanya adalah orang yang paling dapat menyeimbangkan tuntutan yang berkonflik tanpa kehilangan tujuan perusahaan melalui manajemen konflik yang efektif, usaha dari sebauh masalah dapat diarahkan kepada tujuan umum yang diharapkan akan berguna, baik bagi orang yang terlibat maupun bagi seluruh organisasi.
3.      Konflik peran dan ambiguitas
            Berhubungan dengan konsep norma (perlaku wajib)peranan didefinisikan sebagai posisi yang mempunyai harapan yang berkembang dari norma yang ditetapkan. Orang yang hidup dalam masyarakat kontemporer melakukan serangkaian peran sepanjang hidupnya. Urutan peranan sosial adalah anak kecil, anak laki-laki ata peempuan, remaja, mahasiswa, kekasih, pasangan hidup , orang tua, dan kakek atau nenek. Setiap peranan mempunyai harapan yang dilakukan seperti sebuah peran dalam drama.
            Selain berkembang  melalui serangkaian peran seperti disebutkan diatas, orang dewasa dalam masyarakat modern menempati berbagai peran pada waktu yang sama. Tidaklah umum bagi pria dewasa kelas menegah untuk secara serempak memainkan peran suami, ayah, pencari nafkah, anak (bagi orangtuanya), pekerja atau manajer, mahasiswa (kuliah malam), pelatih tim bisbol little league, anggota gereja, anggota klub sosial, mitra bermain kartu , anggota klub poker, kelopok pegawai komonitas, dan para pemain golf pada akhir pekan. Tentu saja perempuan mempunyai peran yang menimbulkan konflik. Meskipun semua peranan yang dimiliki pria dan perempuan dalam ornagisasi relevan dengan perilaku mereka , tetapi dalam studi perilaku organisasi, peran organisasi adalah yang paling penting. Peran seperti operator peraltan digital, pramuniaga, pemimpin tim, sales, insiyur, analisi sistem, kepala departemen, wakil presiden, dan pemimpin direksi sering mempunyai tuntutan dan harapan yang saling berkonflik. Terdapat bukti penelitian bahwa konflik tersebut dapat mempunyai dampak negatif pada keberhasilan dan kinerja yang dipegaruhi perbedaan budaya. Sebagai contoh, dalam studi kasus mengenai CEO dalam joint venture internasional, ditemukan bahwa konflik peran lebih rendah saat mitra asing dominan dalam usaha, tetapi menjadi lebih tinggi saat orang local menjadi dominan. Konflik peran berhubungan dengan budya secara terbalik.
            Terdapat tiga jenis konflik peran. Jenis pertama adalah konflik antar orang dan peran. Mungkin terdapat konflik antar kepribadian orang dan harapan peran. Misalnya, karyawan produksi dan angota serikat ditunjuk untuk memimpin tim produksi baru. Pemimpin tim baru ini tidak ingin terlalu mengawasi karyawan dengan dekat, dan hal tersebut bertentangan dengan kepribadiannya yang keras, tetapi itulah yang diharakan kepala produksi. Jenis yang kedua adalah konflik anatrperan yang dihasilkan oleh harapan yang berlawanan mengenai bagaimana memainkan peran . apakh pemimpin tim perlu menjadi otokrat atau demokrat dalam mengahdapi anggota tim? Akhirnya, konflik antar peran muncul dari persyaratan yang berbeda antara dua peran atau lebih yang harus diaminkan dalam waktu bersamaan. Peran kerja dan tidak kerja sering menjadi konflik. Misalnya, eksekutif sukses yang berkerja pada perusahaan komputer mengatakan bahwa dia bekerja dari pukul 7.30 pagi sampai pukul 11.30 malam. jam kerjanya yang panjang menyebabkan perceraian. Saat dia mendegar bahwa ibunya sakit parah, dia ingat “ saya mempunyai waktu satu menit untuk bersedih sebelum telepon mulai berdering lagi. Anda terjerumus begitu jauh dalam perkerjaan dan anda bahkan tidak menyadari bahwa hidup anda telah terampas sepenuhnya dari anda.”
            Pemimpin tim produksi dan eksekutif yang sedang menanjak kariernya secara jelas merepresentasikan kasus konflik peran organisasi. Tetapi, tergantung pada individu dan situasi, orang dalam setiap posisi dalam organisasi modern juga mengalami salah satu dari tiga jenis konflik tersebut. Staf insinyur tidak yakin otoritas nyata mereka. Pegawai digarda depan tidak tau apakah mereka harus merespon dorongan organisasi serikat atau tidak. Contoh-contoh seperti itu tidak akan ada habisnya. Pertanyaannya bukan apakah ada konflik atau ambiguitas peran—karena hal tersebut memang ada, dan sepertinya tidak dapat dielakkan. Akan teapi, pertanyaan kuncinya adalah bagaimana memecahkan atau mengelola konflik peran.
            2.4 Konflik Antarpribadi
   Orang yang mempunyai konflik antarpribadi sering menghubungkan penyebab konflik ke masalah kepribadian atau kesalahan pihak lain. Misalnya, penelitian dari teori atribusi yang disebut eror atribusi fundamental, menyatakan bahwa orang menghubungkan perilaku seseorang dengan factor personal seperti intelegensi, kemampuam, motivasi, sikap, atau kepribadian. Akan tetapi, whetten dan Cameron menjelaskan lebih lanjut dan mengajukan empat sumber konflik antarpribadi. Keempat sumber konflik tersebut adalah :
1.      Perbedaan personal
Setiap orang mempunyai latar belakang yang unik dikarenakan proses pertumbuhan, tradisi keluarga dan budaya, dan proses sosialisasi. Karena tidak ada seorang pun yang mempunyai latar belakang keluarga, pendidikan, dan nilai yang sama, perbedaan dapat menjadi sumber utama dari konflik. Perselisihan yang berakar dari perbedaan “ sering meningkatkan emosi dan menambah implikasi moral. Perselisihan mengenai siapa yang benar berubah menjadi argument pahit mengenai siapa yang lebih bermoral.
2.      Difisiensi informasi
Sumber konflik muncul dari kegagalan komunikasi dalam organisasi. Dua orang yang berkonflik mungkin menggunakan informasi yang berbeda atau salah satu dari mereka salah informasi. Beda halnya dengan perbedaan personal, sumber konflik ini tidak dinilai secara emosi dan sekali dibenarkan,maka terdapat sedikit kebencian.
3.      Ketidaksesuaian peran
Jenis konflik antarpribadi ini berasal dari konflik intraindividu dan konflik antarkelompok. Secara khusus, dalam organisasi horizontal, manajer mempunyai fungsi dan tugas yang sangat saling tergantung. Akan tetapi, peran individu dari manajer tersebut mungkin tidak sesuai. Misalnya, manajer produksi dan manajer penjualan mempunyai fungsi saling tergantung, yakni bahwa mereka saling mendukung. Akan tetapi, peran manajer produksi adalah memotong biaya dan mempertahankan inventori yang rendah. Sebaliknya, manajer penjualan mungkin membuat janji kepada pelanggann yang tidak sesuai dengan tingkat inventori rendah yag dipertahankan o;eh bagian produksi. Konflik yang munvul dari ketidaksesuaian peran an ini mungkin harus dipecahkan oleh manajemen lebih tingi atau pengembangan system melalui teknologi informasi canggih.
4.      Tekanan lingkungan
Jenis konflik ini dapat diperjelas dengan lingkungan yang meneka. Dalam lingkungan sumber daya yang langka atau menusut, terdapat tekanan kompetitif atau ketidakpastian yang tinggi, semua jenis konflik kemungkinan lebih sering terjadi. Misalnya, saat pembuat makanan binatag peliharaan mengumumkan bahwa sepertiga manajernya harus mengikuti shift ketiga yang baru, ketakutan akan terganggunya rutinitas pribadi dan keluarga mendorong banyak manajer untuk mengirim resume mereka. Selain itu, ketidakpastian mengenai orang yang harus berkerja pada malam hari begitu besar, bahkan pekerjaa rutin menajemen pun terganggu oleh kepura-puraan dan perang dingin.
2.5  Perilaku Dan Konflik Antar Kelompok
Selain konflik antar pribadi (yang mencakup intrakelompok) selama bertahun-tahun psikolog sosial membahas konflik antar kelompok. Perilaku antar kelompok secara khusus didentifikasi sebagai berikut: “perilaku antar kelompok terjadi kapanpun selama individu dalam sebuah kelompok berinteraksi  secara kolektif maupun secara individu dengan kelompok atu anggota dalam lain dalam konteks indentifikasi kelompok referensi.
            Ada beberapa kondisi anteseden yang menjelaskan  konflik antar kelompok, yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1.      kompetisi untuk sumber daya. Banyak organisasi mempunyai sumber daya yang sangat terbatas.
2.      kelompok dalam organisasi bersaing mendapatkan dana anggaran, ruang, suplai, karyawan, dan pelayanan pendukung.
3.       kesalingketergantungan tugas. Jika kedua kelompok dalam organisasi saling tergantung satu sama lain dalam dalam cara masing-masing mendapat keuntungan atau bahkan secara satu arah(seperti dalam proses teknologi berurutan), anda kecenderungan terjadi komplik daripada jika kelompok tidak saling tergantung sama lain. Semakin berbeda tujuan, prioritas, dann karyawan dari kelompok yamg independen(misalnya, penelitian dan produksi), semakin cenderung terjadi konflik.
4.      ambiguitas jurisdiksional. Hal ini mungkin mencakup masalah”wilayah kekuasaan” atau tanggung jawab yang sama. Misalnya, konflik mungkin terjadi pada saat satu kelompok berusahan memperoleh lebih banyak kontrol atau keuntungan dari aktifitas yang diinginkan, atau menyerahkan bagian dan tanggung jawab yang tidak diinginkan.
5.      pengejaran status. Konflik ini terjadi saat satu kelompok berusaha mengikatkan status dan kelompok lain memandangya sebagai ancaman dalam hirarki status. Status kelompok mungkin juga merasa diperlakuan tidak dail dibandingkan dengan kelompok lain dalam hal penghargaan, tugas, kondisi kerja, hak istimewa, atau simbol status. Departemen sumber daya manusia sering diberlakukan berbeda dalam hak dari departemen pemasaran, keuangan, dan operasi.
            Kelompok yang berkomflik mempunyai perilaku yang berbeda dari kelompok yang bekerja sama dengan lancar. Berikut ini adalah contoh nyatanya:
            Sebuah divisi litton industries perlu menginstergasian operasi west dan east coast untuk memberi spektrum layanan yang lengkap kepada pelanggan. Kelompok weast cost telah menjalankan call center selama 30 tahun, bekerja keras tetapi tidak berubah. Operasi east coast bergabung melalui akuisisi dan dikhususkan untuk konsultasi proses perubahan. Kelompok east coast ini bertindak independen, mengambil resiko, dan kurang peduli mengenai tradisi dan budaya litton. Konflik yang terjadi adalah karena tidak adanya komunikasi atau kesatuan arah antara kedua kelompok. Sabotase tersembunyi antara kedua piha terjadi secara rutin untuk mengurangi keefektifan pihak lain.
Terdapat bukti penelitian terbaru bahwa kelompok yang berkonflik berubah secara insternal dalam persepsi antar kelompok  mereka, misalnya sebuah studi terhadap 70 tim manajemen puncak secara internal menemukan bahwa tingkat kepercayaan mengurangi hubungan antara konflik tugas (persepsi perselisihan mengenai keputusan yang dibuat kelompok) dan konflik hubungan  (persepsi emosional mengenai ketidaksesuain antar pribadi). Studi lain menemukan bahwa kohesivitas antar kelompok yang rendah dan hubungan negatif antar kelompok berhubungan secara signifikan denngan persepsi konflik antar kelompok yamg lebih tinggi. Secara keseluruhan, banyak ahli menekankan pentingnya melakukan analisis biaya manfaat disemua tingkat konflik dan selanjutnya mengatur sistem resolusi perselisihan dan mengatur sistem melalui teknologi informasi canggih yang menghilangkan konflik yang melekat dalam desain organisasi tradisional (misalnya, spesialis hierarki dan fungsi).
            2.6  Pengaruh  Konflik Individu
            Seperti telah dibahas, konflik tidak secara otomatis buruk bagi karyawan perseorangan atau kinerja organisasi mereka. Dalam kenyataanya, secara umum diakui bahwa tingkat konflik yang rendah dapat meningkatkan kinerja.
            Pengaruh disfungsional dari tingkat konflik tinggi perlu diperhatikan dalam masyarakat kontemporer secara umum dan secara khusus dalam manajemen sumber daya manusia yang efektif. Masalah tingkat konflik yang tinggi dapat ditunjukan secara fisik, psikologis, atau perilaku individu.
            2.6.1  Masalah Fisik Akibat Konflik
Banyak perhatian dan penelitian dasar selama bertahun tahun ditujukan pada dampak konflik pada kesehatan fisik. Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan konflik adalah sebagai berikut:
1.      masalah sistem kekebalan tubuh, dimana terdapat pengurangan kemanpuan untuk melawan sakit dan infeksi
2.      masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung
3.      masalah sistem muskoloskleletal( otot dan rangka), seperti sakit kepala dan sakit punggung
4.      masalah sistem gastrointestinal (perut) seperti diare dan sembelit
            Untuk 5.000 orang  yang bekerja dipasar saham, kematian karena serangan jantung adalah 60% lebih tinggi daripada tingkat nasional untuk pria antara 18 dan 65 tahun, dan termaksuk didalamnya salah satu karyawan yang menistall defibrilator (digunakan untuk mengembalikan detak jantung dengan listrik). Bonus adalah sejarah kuno. Siapa saja yang berjuang dengan perasaan”takut dipecat” rasa bersalah karena selamat dari pemecatan,” dan stigma baru yang muncul dari kenyataan bahwa orang securities echange commision,NASD, pengacara berharap menemukan orang yang bersalah. Selanjutnya, terdapat seribu atau lebih class action yang penyelesaian untuk investor yang tidak puas.
Jelaslah bahwa penyakit fisik serius dari konflik mempunyaai pengaruh drastis terhadap individu. Pengaruh yang tidak selalu tampak, tetapi serius, adalah pengaruh masalah fisik seperti penyakit jantung, yang dampak berdampak pada organisasi. Secara jelas, tidak semua penyakit jantung dapat dihubungkan secara langsung dengan konflik; kondisi dukungan dan keaadan kesehatan, faktor keturunan, dan sejarah medis seseorang juga memberi konstribusi. Akan tetapi, tampaknya terdapat cukup bukti bahwa komflik dapat dan benar-benar memberi konstribusi pada penyakit yang menakutkan ini dan masalah fisik lainnya.
            2.6.2  Masalah  Psikologis Akibat Konflik
Meskipun ada banyak perhatian terhadap hubungan antara kesehatan fisik, terutama dalam komunitas medis, tetapi tidak banyak yang membahas dampak komflik pada kesehatan mental. Tetapi, paling tidak secara tidak langsung, dalam kinerja sehari-hari, maslah psikologis yang muncul dari komflik juga sama pentingya dengan maslah fisik, bahkan mungkin lebih penting. Tingkat konflik tingi  mungkin disertai dengan kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan.
Akibat konflik dapat mempunyai pengaruh yang hampir tidak tertera, tetapi sangat nayata pada gaya dan keefektifan manajer dalam posisi kunci, misalnya, manager yang mengalami konflik mungkin menjadi murung, dan bawahan mereka tidak berani mengangu managernya, walaupun ada informasi penting, karena mereka hanya akan “memenggal kepala anda” . Manager tersebut juga menyadari bahwa saat mereka bersikap seperti itu, mereka merasa bahwa tidak berlaku seperti yang diharapkan untuk posisi penting mereka dan mengalami kehilangan penghargaan diri. Dalam keadaan seperti itu, mereka mungkin juga menunda dan terus menunda sesuatu dan tidak membuat keputusan yang dibutuhkan. Dan, akhirnya mereka marah kepada pimpinan karena mencoba mengembalikan mereka kejalur yang tepat dan mulai membenci pekerjaan mereka. Rekan kerja, bawahan, dan pimpinan mungkin sangat muak dengan manager tersebut dan menggambarkan perilaku mereka sebagai hasil dari “ kepribadian yang buruk” padahal penyebab sebenarnya adalah konflik. Jika manager mengalami serangan jantung, setiap orang akan merasa sedih dan berkata bahwa dia terlalu tertekan, tetapi kemurungan manager, penghargaan diri yang rendah, ketidakmampuan untuk membuat keputusan, dan ketidakpuasan pada pimpinan dan pekerjaan menyebabkan orang marah dan berkata bahwa manager .”tidak baik” atau tidak dapat sejalan dengan orang lain.” Masalah serangan jantung dan psikologis mungkin penyebabnya adalah sama. Dan meskipun orang bereaksi secara berbeda, namun pengaruh negatif terhadap kinerja adalah sama besarnya dengan masalah psikologis, atau bahkan lebih buruk.
            2.6.3 Masalah Perilaku Akibat Konflik
Seperti pada kasus yang dibahas pada buku ini, unit analisis prilaku mungkin sangat membantu dalam mengatasi pengaruh stress kerja dan komflik. Perilaku langsung yang menyertai tingkat komflik yang tinggi mencakup makan sedikit atau makan berlebihan, tidak dapat diatur, meerokok dan minum keras, 10 persen mengalami masalah minuman keras, dan 6 milyar dossis amphetamine dan obat tidur dikomsumsi setiap tahunnya. Masalah perilaku karyawan yang disebabkan alkohol dan obat-obatan menjadi sangat jelas. Misalnya, sebuah perusahaan mempunayi masalah dengan minuman keras saat bekerja dan membeli alat pengukur kadar alkohol lewat pernapasan untuk menguji karyawanya. Kepala serikat buruh dalam pekerjaan ini menyatakan,: ada sejumlah orang yang masuk kerja sambil mabuk setiap harinya. Meskipun alat itu belom digunakan, salah seorang karyawan mengatakan, “saya rasa saya akan berhenti pergi ke bar paada jam makan siang” selain berbahaya, seperti dalam perusahaan yang menggunakan banyak peralatan berbahaya, masalaah tersebut dapat ditunjukan melalui kelambatan, ketidakhadiran, dan turnover.
Terdapat bukti penelitian selama bertahun-tahun yang mengindikasikan hubungan komflik dengan ketidak hadiran dan turnover. Misalnya, karyawan mungkin mengalami komflik dan bereaksi dengan mabuk dan tidak masuk kerja pada keesokan harinya karena teralalu banyak minum. Mereka kemudian merasa bersalah karena mabuk dan merasa mengecewakan setiap orang pada pagi harinya,” dan akhirnya keluar atau dipecat dari pekerjaan. Sementara ini, ketidak hadiran meningkat, dan diikuti dengan pergantian karyawan, yang merugikan perusahaan baik dalam hal menganti karyawan yang absen ataupun menganti orang yang keluar. Menghindari pekerjaan yang menyebabkan stress atau keluar dari pekerjaan adalah reaaksi pelarian dari situasi. Sebenarnya hal ini mungkin reaksi yang lebih shat ketimbang reaksi perselisihan dimana orang tetap pada pekerjaan yang membuat sress dan menjadi marah atau agresif.
            2.7  Strategi Mengatasi Konflik
Sekalipun teori tentang mengatasi konflik sedang berkembang, namun penelitian dasar tentang peran menunjukan bahwa kepribadian dan kepercayaan mempunyai peran dalam mengatasi komflik pada organisasi dan keduanya menjadi pedoman praktis untuk mengubah konflik menjadi keberhasilan. Contoh aplikasi: perlu waktu untuk mengelola waktu untuk memberikan beberapa teknik sederhana, seperti manajemen waktu yang dapat mengatasi konflik, dan terdapat banyak langkah yang dapat digunakan untuk menghindari konflik yang ditemukan dalam literatur praktisi.
Perilaku interaktif baik pada tingkat antar pribadi maupun antar kelompok lebih menghasilkan konflik, dan solusinya adalah dengan mengatasi dan mengelola perilaku tersebut. Sebagai contoh, strategi resolusi milik konflik menang-menang atau jenis strategi lain seperti penghindaran, defusi, kepuasan, atau konfrontasi dikenal luas dalam manajemen konflik dan ada penelitian dasar yang mengindikasikan bagaimana manajemen konflik dapat mempengaruhi keberhasilan tim virtual global dalam organisasi. Terdapat banyak buku beriontasi praktik mengenai pemecahan masalah konflik ditempat kerja, tetapi pendekatan yang lebih akademis berdasarkan penelitian berfokus pada keahlian negosiasi. Setelah pembahasan strategi individu dan organisasi dalam mengatasi konflik, selanjutnnya akan dibahas keahlian negosiasi resolusi konflik.
            Contoh Aplikasi
            Perlu waktu untuk megelola waktu
            Salah satu penyebab utama stress pada manajer adalah tekanan waktu. Tidak menjadi masalah berapa cepat manager bekerja dan seberapa banyak waktu yang diberikan, mereka masih tidak dapat menyelesaikan semua pekerjaan. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan teknik managemen waktu, saat ini banyak organisasi dari chasse manhattam, exxon sampai xerox melatih manager mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat. Beberapa pedoman yang berguna untuk manajemen waktu yang efektif adalah sebagai berikut:
1.      membuat daftar “pekerjaan” yang mengidentifikasi semua yang harus dikerjakan selama satu hari. Hal ini membantu perkembangan kerja yang terarah.
2.      mendelegasikan pekerjaan minor sebanyak mungkin kepada bawahan.
3.      menentukan kapan melakukan pekerjaan terbaik pagi atau siang dan menjadwal tugas paling penting untuk periode waktu tersebut.
4.      mengatur waktu selama sehari, paling tidak satu jam, saat tidak diizinkan adanya tamu atau gangguan.
5.      mempunyai sekretaris yang menyaring semua telepon masuk dan mengalahkanya ke bawahan karena tidak penting atau tidak memerlukan perhatian pribadi dari anda.
6.      makan siang di kantor satu atau dua hari dala satu minggu untuk menghemat waktu dan memberi anda kesempatan untuk menyelesainkan pekerjaan.
7.      mengatur meja kerja anda dengan membelakangi pintu dan lorong sehingga anda tidak melakukan kontak mata dengan orang lain yang kemungkinan akan mampir kemeja anda.
8.      membaca sambil berdiri. Rata-rata, orang membaca dengan lebih cepat dan akurat saat dalam posisi tidak nyaman.
9.      menelopon antara pukul 16.30 dan 17.00. orang cenderung berbicara dengan saingkat pada jam-jam tersebut sehingga mereka dapat pulang cepat.
10.  jangan merasa bersalah mengenai hal yang tidak dapat diselesainkan pada hari ini. Letakkan pekerjaan yang tidak selesai dibagian paling atas pada daftar” pekerjaan” untuk besok.

2.8  Strategi Dan Metode Penyelesaian Konflik
2.8.1 strategi penyelesaian konflik
            Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah:
1.      Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi.
2.      Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.      Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.      Kompromi atau Negosiasi 
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.      Memecahkan  Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
            Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
Ø  Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
Ø  Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
Ø  Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
Ø  Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
Ø  Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
Ø  Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
Ø  Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
Ø  Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.

            2.8.2 metode penyelesaian konflik
v  Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.      Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
2.      Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.
3.      Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
4.      Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
Kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.

            2.9  Keahlian Negosiasi: Lebih Dari Manajen Konflik
Belakangan ini, manajemen konflik telah berubah dari bidang relasi industri menjaadi keahlian manajerial yang penting. Seperti ditanyakan neale dan Bazarman: setiap orang bernegosiasidalam berbagai bentuk berbeda , negosiasi adalah mekanisme umum untuk memecahkan masalah perbedaan dan mengalokasikan sumberdaya “. Mereka mendefinisikan negosiasi sebagai” proses pengambilan keputusan di antara pihak interdependen yang tidak berbagi kesukaan yang sama.melalui negosiasi pihak tersebut membutuhkan apa yang akan diberi dan di terima dalam hubungan mereka.
            Meskipun beberapa sarjana prilaku organisasi menyatakan bahwa terdapat kesamaan antara strategi negosiasi dan manajemen konflik , negosiasi lebih dari sekedar pemecahan konflik negosiasi menjadi keahlian manajerial bagi keberhasilan indivudu dan organisasi. Missalnya, manajer dapat bernegosiasikan kenaikan gaji atau harga yang tetap untuk suplay. Setelah menbahas biasa atau eror yang di buat negosiator dan membahas tehnik negosiasi tradisional yang digunakan, selanjutnya akan dibahas keahlian baru yang di perlukan dalam negosiasi yang efektif untuk resolusi konflik dan karier yang sukses.
            2.9.1 Pendekatan Negosiasi Tradisional
            Saat bernegosiasi, orang pada umumnya dan manajer pada khususnya cendrung mempunyai bias dan melakukan kesalahan yang membuat mereka tidak bernegosiasi secara rasional dan mencapai hasil yang maksimal. Penelitian mengenai kesalahan tersebut diringkas sebagai berikut:
Negosiator cenderung dipengaruhi oleh kerangka atau bentuk presentasi dari informasi dalam negosiasi
  1. Ketika tidak ada alternatif lain , negosiasi secara tidak rasional cendrung mengekalasi komitmen dengan tindakan yang dilakukan sebelumnya.
  2. Negosiasi cendrung beramsumsi bahwa pendapatan mereka harus berasal dari pengeluaran pihak lain.
  3. Penilai negosiator cendrung diperkuat dengan informasi tidak relevan seperti penawaran awal.
  4. Negosiator cendrung mengandalkan informasi yang tersdia.
  5. Negosiator cendrung gagal mempertimbangkan informasi yang ada denga berfokus pada perspektif lawan.
  6. Negoiator cendrung terlalu percaya diri sehubungan dengan kemungkinan mencapai hasilyang diinginkan dari individu yang terlibat.
            Selain masalah bias, negosiasi biasanya menggunakan pendekatan tawar- menawar distributif atau posisional. Tawar-menawar mengasumsikan “bagian tetap” dan berfokus pada bagaimana mendapatkan bagian terbesar, atau “bagian keuntungan”. Tim mengembangkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam negosiasi da menemukan minat yang sesuai. Akan tetapi, keyakinan umum bahwa tim mempunyai keuntungan relatif dibandingkan lawan perseseorangan dalam negosiasi, tidak didukung oleh hasil akhir aktual. Strategi manajemen konflik berupa kompromi, pemaksaan dan penghindaran, yang telah dijelaska sebelumnya, cendrung berhubungan dengan stretegi negosiasi distributif. Seperti dinyatakan oleh Whetten dan Cameron: “Kompromi terjadi saat kedua pihak mau berkorban untuk mancapai pemikiran bersama orang yang berkompromi umumnya lebih tertarik menemukan solusi yang bijaksana,  memaksa dan mengakomodasikan menuntut satu pihak menyerah agar konflik terselesaikan . Saat ini pihak yang berkonflik menghindari resolusi, mereka melakukan karena mereka menganggap biaya pemecahan konflik begitu tinggi sehingga lebih baik tidak berusaha untuk mencapai resolusi”.
            Berhubungan dengan tawar menawar  distributif adalah pendekatan tawar-menawar posisional pendekatan negosiasi ini mencakup pengambilalihan secara suksetif dan kemudian menyerah, sebuah rangkaian posisi. Dalam bentuk paling sederhana, ini terjadi saat tawar menawar di pasar terbuka. Akan tetapi ,tawar-menawar posisional juga erjadi dalam diplomasi internasional. Fisher dan ury menyatakan bahwa tawar menawar  posisional dapat mempunyai tujuan yang berguna:” Hal ini memberitahukan apa yang  anda inginkan  pada pihak lain : memberikan kepastian dalam situasi tidak menentu dan tertekan : dan akhirnya menghasilkan kesepakatan yang dapat di terima.”
            Tujuan adalah sebuah kemenangan, tidakmempercayai orang lain, menyukai posisi anda, mengancam, mencoba memenangkan kontes keinginan, dan menerapkan tekanan. Sebaliknya, strategi”lembut, mencakup karakteristik sebagai berikut: tujuan adalah sebuah kesepakatan mempercayaai orang lain, mengubah posisi dengan mudah , memberi penawaran , mencoba menghindari kontes keinginan , dan menghilangkan tekanan.Penawara yang keras mendominasi dan mempunyai daya tarik intruksi. Akan tetapi, penelitian dan praktik sehari hari mulai menunjukan bahwa pendekatan negosiasi efektif lebih di mungkinkan dari pada strategi tradisional.


            2.9.2 Keahlian Negosiasi Kontemporer
Terdapat pendekatan anternatif disamping tawar menawar distributif dan possional yang dikenal sejak lama dan strategi keras dan lunak dalam negosiasi wetthen dan cameron mengusulkan pendekatan interatif yang menggunakan perspektif” meninggalkan keuntungan “ yang menggunakan tehnik pemecahan masalah untuk menemukan hasil menang-menang. Bedasarkan strategi kolaborasi (daripada kompromi, memaksa, mengakomodasi , atau menghindari ), pendekatan interatif mengharumkan negosiator yang efektif untuk menggunakan keahlian seperti (1) menepatkan tujuan superordinat: (2) misalkan orang dari masalah: (3) berfokus pada minat bukan pada posisi : (4) menemukan piihan untuk keuntungan bersama: dan (5) menggunakan kriteria objektif.
            Pedoman praktis untuk negosiasi yang efektif mengelompokkan berbagai tehnik negosiasi bedasarkan tingkat resiko bagi si pengguna.:
  1. Tehnik negosiasi resiko rendah
Ø  Bujukan – halus biasanya berhasil , tetapi standar nya mungkin berbeda antara usia jenis kelamin, dan faktor budaya.
Ø  Memberiikan point yang mudah duu – membantu membangun kepercayaan dan momentum persoalan yang lebih berat
Ø  Diam – efektif untuk konsensi, tetapi seseorang harus berhati hati agar tidak memancing kemarahan atau fustasi lawan .
Ø  Posisi menguntungkan – hal ini mungkin memperoleh penawaran balik yang rnunjukan posisi lawan atau mengubah point kompromi.
Ø  “O.malangnya aku- mungkin mnimbulkan simpati, tetapi juga dapat menyebab kan naluri membunuh dalam dri lawan
2.      Tehnik negosiasi risiko tonggi
Ø  Hilangnya kesabaran yag tidak diharapkan – kemaraha dapat memecahkan kebutuhan dan memberi ide pada setiap orang, tetapi hal ini juga dapat di pandang sebagai sikap tidak dewasa atau menipulasi dan menyebabkan lawan memperkuat posisi mereka.
Ø  High-balling – digunaka untuk memperolehkepercsyssn deenganmenyerah kepada posisi lawan , tetapi saat kalah oleh kekuasaan yang lebih tinggi , konsesi di peroleh bedasarkan kepercayaan.
Ø  Bouharism (ambil atau lepaskan) dinamakan seperti nama wakil presiden GE yang hanya membuat satu penawaran dalam negosiasi, hal ini merupakan strategi yang sangat agresif yang mungkin juga menyebabkan kemarahn dan frustasi pada lawan.
Ø  Menunggu momen yang tepat – setelah menggunakan taktik yang butuh dan mengetahui bahwa tanggal waktu sudah dekat, memberikan tawaran yang masuk akal tetapi disukai meninggalkan lawan dengan sedikit pilihan atau menerimanya.
            Selain strategi risiko rendah dan tinggi juga terdapat sejumlah tehnik negosiasi, sperti tim yang sendiri dari dua orang yang menggunakan “polisi baik – polisi jahat “( satunya keras, dan yang lain nya baik hati), dan berbagai kesenangan psikologis seperti memaksa pertemuan diselenggarakan di wilayah seseorang menjadwalkan pertemuan pada wakuyang tidak tepat, atau menginterupsi pertemuann dengan menelpon atau pertenuan lain. Juga ada pedoman jika maka, bagaimana menggunakan alkohol dalam negosiasi .      Selain pedoman untuk keahlian negosiasi yang efektif , juga terdapat penawaran distributif dan strategi keras dan lembut yang dikembangkan oleh Harvard Negotiation Project. Alternatif pada negosiasi tradisional ni disebut pendekatan negosiasi berprinsip atau negosiasi menurut manfaat.
            Ada empat elemen dasar dalam pendekatan alternatif negosiasi yaitu:
1.      Orang. Memisahkan orang dari masalah
2.      Minat.berfokus pada minat , bukan posisi
3.      Pilihan . Mengahsilkan berbagai kemungkinan sebelum memutuskan apa yang dilakukan .
4.      Kriteria. Memaksa bahwa hasil didasarkan pada beberapa standar objektif

Keahlian dasar melebihi strategi keras dan lembut  dan mengubah permainan negosiasi berdasarkan manfaat. Misalnya, dalam tawar- menawarkan lembut anggota adalah teman: dalam tawar menawarkeras , anggotanya adalah musuh : tetapi dalam pendekatan perinsip, anggotanya adalah pemecahan masalah. Dalam tawar menawar dalam tawar menawar lembut , pendekatan adalah mempercayai orang lain dalam tawar menawar keras,anggotanya tidak saling mempercai;tetapi dalam pendekatan prinsip, negosiator mengekplorasi minat umum. Keahlian negosiasi prinsip ini dapat menghasilkan kesepakatan yang bijaksana sebagai dinyatakan fisher dan ury:
            Metode ini memungkinkan anda untuk mencapai konsesus secara bertahap menganai keputusan bersama secara sfisien tanpa mengeluarkan biaya untuk mempertahankan posisi. Anda hanya harus memuka diri. Dan memisahkan orang dari masalah memungkin anda berhubungan secara langsung dan secara empatis dengan negosiator lain sebagai manusia dan menghaasilkan penyesaian yang baik.
    Sejalan keahlian sosial, emosional, perilaku, kepemimpinan, tim, dan komunikasi keahlian negosiasi menjadi semakin penting bukan hanya untuk manajemen konflik, tetapi juga untuk manajemen yang efektif secara umum.












BAB III
 PENUTUP
3.1  Kesimpulan
            Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik adalah proses dimana satu pihak mengganggap bahwa pihak lain menentang atau menghalangi kepentingan-kepentingannya (Krietner Dan Kinioki, 2005).  
            Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya.
            Konflik sebagai suatu kesatuan negative, dimana ini merupakan salah satu problema serius yang di hadapi yaitu kecenderungan konflik untuk menyebabkan terpencarnya upaya untuk mencapaii tujuan organisasi. Sumber daya organisasi yang ada tidak di gunakan untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi melainkan habis digunakan untuk menyelasaikan konflik yang ada. Waktu dan uang merupakan sumber daya organisasi yang sangat pentingd dan kerap kali digunakan untuk menyelesaikan konflik.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah tentang biaya relavan dalam pengambilan keputusan